Advokat Senior STS Tanggapi Raperda LGBT DPRD Kota Bogor

BOGOR – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait pencegahan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) saat ini tengah dalam pembahasan DPRD Kota Bogor. Dalih digagasnya raperda tersebut karena pertimbangan makin meningkatnya penyakit masyarakat dan kesehatan terkait LGBT di antaranya adalah penderita HIV/Aids yang bertambah.

Praktisi hukum, Sugeng Teguh Santoso menanggapi raperda dan mempertanyakan apa yang akan jadi bahasan raperda tersebut serta bagaimana sanksinya. Dia sendiri secara lugas, tak setuju dengan perilaku LGBT. Namun, terkait pembahasan raperda tersebut dinilainya tak ada payung hukum diatasnya.

“Terkait raperda, nantinya kalau sudah jadi perda, lalu sanksinya apa?,” sentil pria yang akrab disapa STS saat diwawancara melalui sambungan telepon, Kamis (21/1/2021).

Penyimpangan seks atau perilaku LGBT menurutnya bukan kejahatan pidana, dan merupakan persoalan sosial.

“Saat ini, UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga sudah membatasi LGBT. Misalnya, yang diperbolehkan adalah pernikahan beda jenis. Dan, UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jadi, masalah LGBT itu adalah persoalan sosial. Jangan sampai nantinya payung hukum perda malah mengkriminalisasi nantinya,” ujar Ketua Umum Peradi Pergerakan ini.

Dia menambahkan, KUHP tidak mengatur tentang sanksi pidana untuk perilaku seksual sejenis.

“Sehingga, menurut Pasal 1 Ayat 1 KUHP, yang intinya tiada pidana tanpa adanya delik, maka perilaku seksual sejenis orang dewasa tidak dapat dipidana, kecuali dilakukan terhadap anak dibawah umur sesuai pasal 292 KUHP. Selanjutnya, percabulan terhadap anak dibawah umur sejenis ataupun lain jenis, dipidana berdasarkan KUHP dan UU Perlindungan Anak. Perda tidak bisa bisa memuat sanksi pidana segaimana diatur di Pasal 10 KUHP tentang jenis pemidanaan bila yidak ada rujukan aturan UU diatasnya yang menetapkan perbuatan tertentu sebagai delik termasuk hubungan seksual sejenis,” urainya.

Ia pun mempertanyakan raperda tersebut  mau mengatur aspek LGBT yang mana? Sebab, muatan perda salah satunya adalah adanya sanksi memaksa.

“Sanksi paksa oleh negara hanya dapat diterapkan pada suatu perbuatan manusia yang dinyatakan sebagai delik. Pada sisi lain hak-hak dasar para penyandang status LGBT sesuai kodratnya sebagai manusia harus diberikan juga; hak atas pekerjaan, perlindungan dari kekerasan dan perendahan martabat manusia. Perda ini belum saya pahami mau mengatur aspek apanya.Dan, bisa mubazir nih biaya pembahasan  perda ini. Jadi, perda yang mbulet nih.keatas yidak ada ada cantolannya kebawah, tidak punya daya paksa,” tuturnya.

Menurutnya, yang perlu dilakukan adalah memperkuat moralitas masyatakat melalui pendidikan agama dan budi pekerti.

“Tujuannya, agar anak-anak kita memahami tentang LGBT. Perda tidak bisa menetapkan suatu perbuatan manusia tertentu sebagai delik pidana bila oleh KUHP atau undang-undang tidak dinyatakan sebagai delik,” pungkasnya. (Nesto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *