AGENDA HUKUM MASA PANDEMI

Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal. Intensitas pertemuan fisik menjadi terbatas. Pemanfatan teknologi informasi dan digitalisasi sistem menjadi masif. Beban dihadapi masyarakat di semua sektor. Kesehatan, sosial, budaya, ekonomi, termasuk hukum. Cara kita memandang dan bersikap mengalami perubahan. Ketidakpastian menjadi semakin niscaya.

Inovasi menjadi kunci, dilema ganda: jadi ancaman dan peluang. Ini tentu sangat berkaitan erat pula dengan ekologi pendidikan. Sebab, inovasi tidak bisa berkembang ditengah pendidikan yang memiliki banyak keterbatasan. Fakta kita masih bergumul dengan angkatan kerja yang didominasi pendidikan SMP ke bawah. Gagap teknologi di pelbagai lembaga pendidikan. Penanganan guru honorer belum tuntas. Semua ini seperti berlipat ganda saat hantaman pandemi mendera.

Di luar hal-hal di atas, pandangan penulis, agenda pembenahan hukum tidak boleh dilupakan. Sebab, bukan mustahil, mungkin niscaya, semua berujung pada hukum. Kalau tidak ditangani secara khusus dan terukur, hukum bisa menjadi bagian dari keranjang sampah semua problematik di publik yang tidak mudah diurai.

Peta Hukum

Untuk menggagas pemikiran bagi agenda hukum, penting lebih dahulu diukur peta soal soal hukum masa pandemi. Untuk meminjam alat analisis, saya memanfaatkan konsep Lawrence M Friedman dalam buku American Law System. Dalam buku itu, Friedman mengenalkan pendekatan konsep sistem hukum yang terdiri dari substansi, struktur dan budaya hukum.

Substansi hukum berkenaan dengan produk hukum. Di masa pandemi, produk hukum merupakan kebutuhan yang saling berkejaran dengan dinamika perubahan. Seperti saat pertama kali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditetapkan, maka regulasi berupa peraturan gubernur, peraturan bupati dan peraturan walikota bertaburan di pelbagai daerah.

Kerap, atas nama situasi kedaruratan, peraturan kepala daerah tersebut menjadi pembenar dicantumkan pelbagai sanksi bagi pelanggar ketentuan PSBB. Sementara, dinormalnya, di aturan UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khususnya jenis regulasi yang boleh memuat sanksi pidana, harusnya kalau di daerah hanya dalam bentuk peraturan daerah (perda). Namun ini dilanggar karena, mungkin, butuh waktu lama untuk pembentukan perda.

Struktur hukum berkenaan dengan aparatur penegak hukum. Tidak dapat dihindari bahwa aparat penegak aturan menjadi jantung apalagi dalam masa masa pandemi. Penanganan dari aparatur penegak hukum memerlukan standarisasi kapasitas dan standarisasi tindakan. Di publik sempat dipersoalkan bagaimana model penindakan bagi pelanggar PSBB misalnya. Ada yang melanggar ditindak. Tidak sedikit juga yang tidak. Maka, enerji untuk memastikan keadilan dalam penegakan hukum menjadi kebutuhan yang jauh lebih besar harus dioptimalkan dibandingkan sebelum masa pandemi. Karena penegakan sanksi akan berdampak dua hal. Pertama, memberikan efek jera pada pelaku pelanggar sekaligus kedua, memberikan sinyal agar masyarakat patuh aturan.

Budaya hukum menyangkut sikap, nilai dan pemahaman masyarakat terhadap aturan hukum. Atau bisa pula dimaknai hubungan timbal balik aturan dengan masyarakat di ruang publik. Faktanya, kerap soal budaya hukum ini tidak mudah dikelola. Sebab, memerlukan edukasi berkelanjutan agar publik sadar hukum. Peka terhadap hal-hal sekitar. Sedapat mungkin menghindari dari hal-hal yang dilarang oleh norma hukum.

Agenda hukum

Dari peta di atas, maka penulis bisa menyajikan gagasan yang perlu ditimbang sebagai berikut.

Pertama, hukum di masa pandemi harus lebih mengutamakan pelbagai upaya preventif agar masyarakat tidak terbujuk melakukan pelanggaran aturan. Seperti maraknya hoax di masa pandemi yang berbarengan dengan era post-truth, menuntut enerji lebih dari pemerintah dan penegak hukum untuk melakukan: (a) mengefektifkan informasi akurat agar tidak tersisih dari informasi hoax; (b) mendidik publik agar tidak tergoda meneruskan informasi hoax serta membiasakan melakukan klarifikasi atas informasi yang masuk; dan (c) memberikan sanksi sebagai sarana terakhir (ultimum remidium) apabila pembinaan dan upaya preventif tidak mencapai sasaran.

Kedua, negara harus memastikan—sebagai tantangan—agar demokrasi di satu sisi tetap terawat namun di sisi lain, efek efek dari penyalahgunaan demokrasi bisa ditangani. Seperti di satu sisi kebebasan berpendapat, berorganisasi dan mengemukakan aspirasi merupakan hak konstitusional, namun di sisi lain, kerap kebebasan membentur aturan atau melanggar norma seperti misalnya memberikan kritik namun dengan cara yang memasuki ranah penghinaan pribadi. Maka, ini membutuhkan kejelian agar hukum tidak kontraproduktif bagi demokrasi, di satu sisi. Namun, di sisi lain, demokrasi dirajut dalam koridor hukum. Tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Ketiga, hukum di era pandemi mesti bekerja lebih ekstra. Salah satunya bagaimana mengantisipasi pemanfaatan teknologi yang semakin canggih, yang kerap diikuti dengan tingkat penyalahgunaan yang semakin besar. Dengan demikian, maka perlu dilakukan peningkatan kapasitas baik di regulasi, kemampuan aparat dan masyarakat itu sendiri. Belum lagi, hukum perlu pula melakukan pemihakan pada isu-isu yang berdampak publik meluas, seperti lingkungan hidup. Bencana alam yang silih berganti, sebagian analisis menduga, besar kecil dikontribusi pula oleh lemahnya penegakan hukum lingkungan.

Politik perizinan yang beririsan dengan kontestasi pilkada sehingga menghadirkan para oknum cukong yang mengeksploitasi alam berlebihan. Maka, menjadi momentum di masa pandemi terhadap perbaikan aturan dan penegakan aturan di bidang lingkungan. Termasuk pula pemberatan pada pelaku korupsi di masa pandemi karena menyengsarakan masyarakat, seperti pada kasus korupsi bantuan sosial (bansos).

Disimpulkan, agenda hukum masa pandemi harus peka terhadap perubahan, memastikan daulat publik tetap terjaga dan turut berkontribusi dalam penegakan aturan yang mampu mengurangi beban akibat pandemi Covid-19.

*Penulis : Raden Muhammad Mihradi, SH.,MH

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif,

Dosen FH Univ Pakuan dan Tenaga Ahli Komite III DPD-RI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *