Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut lampiran III yang mengatur Investasi baru Industri Minuman Keras mengandung Alkohol. Pencabutan ini dilakukan karena menuai reaksi penolakan. Lampiran III tersebut bagian dari Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang ditandatangani pada 2 Februari 2021 lalu.
“Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (2/3/2021).
Menanggapi pernyataan yang disampaikan Presiden RI Jokowi, Dosen Pasca Sarjana PTS di Bogor, Agus Surachman mengkiritisi. Menurutnya, dari tinjauan hukum, pencabutan itu tak boleh hanya sekedar pernyataan.
“Yang dicabut ternyata hanya lampiran III yang berisi tentang jenis usaha miras yang berlaku untuk Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua,” tukasnya saat diwawancarai media online ini, Kamis (4/3/2021).
Dia melanjutkan, pencabutan tersebut hanya melalui sebuah pernyataan presiden yang diunggah ke youtube.
“Indonesia adalah negara hukum dan presiden harus tunduk pada aturan hukum. Dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 15 tahun 2019, suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatnya sama atau lebih tinggi,” tuturnya.
Dalam Perpres No.10 tahun 2021 yang merupakan pelaksanaan dari UU No 12 tahun 2011 tentang Hak Cipta yang penting dan sebenarnya harus dikritisi adalah pemberian karpet merah dengan memberikan insentif fiskal dan non fiskal yang besar untuk para investor asing maupun domestik.
“Arahnya jelas liberalisasi ekonomi. Dengan mulai berlakunya Perpres No 10/2021, 30 hari sejak diundangkan yaitu sejak tanggal 2 Februari 2021, Perpres No.76/2007 dan Perpres No 44/2016 tidak berlaku lagi. Padahal, dalam Perpres 46/2016, industri minuman beralkohol dan anggur termasuk bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal,” tuturnya.
Seharusnya, lanjut Agus, pencabutan harus menggunakan perpres lagi.
“Dengan menyatakan mencabut nomor 31, 32 tentang Miras lampiran III Perpres No. 10 tahun 2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi,” ucapnya.
Untuk diketahui Perpres 10/2021 mengatur mengenai Bidang Usaha Penanaman Modal. Ada tiga jenis usaha yang terbuka untuk penanaman modal yakni Bidang Usaha Prioritas, bidang usaha dengan kemitraan Koperasi dan UMKM, serta bidang dengan persyaratan tertentu.
Industri Minuman Keras mengandung alkohol masuk dalam bidang usaha persyaratan tertentu. Sehingga dengan adanya Perpres tersebut Industri Miras terbuka untuk penanaman modal. Meskipun, ada dua persyaratan agar investor dapat menanamkan modal pada industri Miras yakni penanaman modal baru dapat dilakukan di Provinsi yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua, dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat.
Sebelum adanya Perpres tersebut Industri Minuman Keras mengandung Alkohol masuk dalam bidang usaha tertutup. Artinya bidang usaha yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.
“Bidang usaha dengan persyaratan tertentu yang merinci bidang usaha, klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia, dan persyaratan tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan presiden ini,” bunyi Pasal 6 ayat 2 Perpres tersebut.
Dalam Lampiran III Perpres tersebut terdapat 4 KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) yang terkait dengan minuman beralkohol. Yakni Industri Minuman Keras mengandung Alkohol dengan nomor KBLI 11010, Industri Minuman mengandung Alkohol: Anggur dengan nomor KBLI 11031, Perdagangan Eceren Minuman Keras atau Beralkohol dengan nomor KBLI 47221, serta Perdagangan Eceran Kaki Lima Minum Keras Atau Beralkohol dengan nomor 47826. (Nesto)