KOTA BOGOR – Rumah makan yang buka saat bulan Ramadhan tak harus disikapi terlalu berlebihan. Sebab, para pelaku usaha tersebut mayoritas diketahui para perempuan atau ‘emak-emak.’
“Semuanya kembali berpulang pada niat. Warung buka saat bulan puasa, ketika niatnya untuk membantu yang tidak puasa, sang sakit, anak-anak balita dan orang-orang yang layaknya tidak bisa berpuasa karena sudah udzur tidak apa-apa. Akan lebih bijak ditutup dengan tirai, karena menghormati yang sang berpuasa” tukas salah satu Tokoh Agama Kota Bogor, Turmudi Hudri saat diwawancarai media online ini melalui telepon, Sabtu (17/4/2021).
Menurutnya, makna puasa yakni pendidikan jiwa, belajar menundukkan hawa nafsu dan pengendalian diri bawa kita tidak sama dengan hewan. Umat Muslim dituntut untuk bisa mengendalikan segala lahir bathinnya. Sebab, puasa merupakan tanggung jawab masing-masing umat Muslim.
“Jadi tidak tepat kalau yang dilarang adalah membuka warung makan di siang hari. Sebab, kan ada juga orang yang berkebutuhan khusus tidak bisa puasa atau wanita yang sedang berhalangan tak bisa puasa. Atau, juga ada warga yang non muslim. Dan, yang utama, warung yang buka selama Ramadhan, baiknya emang tutup, akan tetapi niat membantu ya silahkan buka tetapi kembali lagi dengan teta menghormati yang puasa dengan menurup tirai atau makanan. Disampaikan juga imbauan kepada yang non muslim atau pun muslim yang tidak bisa puasa agar tidak makan di lokasi. Itu akan lebih baik, sehingga tercipta toleransi,” ujarnya.
Dia kembali menegaskan pada prinsipnya rasa saling menghargai, saling memaklumi dan menghormati adalah kunci yang harus diterapkan dalam konteks Ramadhan ini.
“Antara yang sedang maupun tidak berpuasa, satu sama lain saling menghormati. Itu yang terbaik,” imbuh pria yang juga pimpinan salah satu pondok pesantren di Kota Bogor.
Juru Bicara Kementerian Agama (Jubir Kemenag) Abdul Rochman juga berpendapat tak harus mempersoalkan rumah makan yang buka siang hari selama Ramadhan. Hal itu disampaikan, setelah Pemerintah Kota Serang, Banten baru-baru ini melarang restoran, rumah makan buka saat bulan puasa. Menurutnya, kebijakan melarang itu akan membatasi akses sosial masyarakat dalam bekerja atau berusaha, apalagi keberadaan rumah makan di siang hari juga dibutuhkan bagi umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa.
“Kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip moderasi dalam mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, dan cenderung berlebih-lebihan. Larangan berjualan diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia, terutama bagi orang atau umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa Ramadan, aktivitas pekerjaan jual beli dan berusaha,” tukas Abdul melalui keterangan tertulisnya.
Secara hukum, lanjutnya, himbauan bersama tersebut juga bertentangan dengan peraturan di atasnya yaitu, bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Saya harap, mereka yang berpuasa agar bisa menahan diri dan tetap bersabar dalam menjalani ibadah puasanya,” pungkasnya. (Nesto)