Apa yang terjadi pada hari ini, 21 Mei 1998? Ya, hari ini merupakan bagian dari lembaran sejarah yang amat penting dalam perjalanan bangsa ini. Tepat 23 tahun silam, Indonesia disebut para aktivis reformasi telah terbebas dari sejarah hitam, lepas dari sejarah kelam, dibawah kepemimpinan Soeharto dan Rezim Orde Baru.
Saat itu, Soeharto menduduki jabatan kepala negara terhitung sejak dia mendapat “mandat” Surat Perintah 11 Maret 1966. Dan, kalangan aktivis 98 menyebut Soeharto turun karena kualat diduga memanipulasi Super Semar. Pidato pengunduran diri Soeharto dibacakan di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB, 23 Mei 1998.
“21 Mei merupakan babak baru sejarah di Indonesia, pasca dibelenggu Orba. Saat itu, Kamis pagi, 21 Mei 1998 Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai setelah berkuasa selama 32 tahun,” kata aktivis Front Pemuda Penegak Hak Rakyat (FPPHR) sekaligus Pena 98, L As Achdie kepada media online ini, Jumat (21/5/2021).
Pria yang dulu merupakan aktivis Forkot ini secara lugas mengatakan, jika saat itu Soeharto dan kroninya tak lengser, maka bukan tak mungkin Indonesia masih dalam jerat KKN hingga demokrasi terkebiri.
“Era reformasi adalah anugrah untuk Indonesia. Saya bahasgia, dalam perjalanan hidup saya, ikut berjuang, menginap di DPR, bahkan bentrok dengan para antek Orba saat itu, demi reformasi. Namun, yang masih tersisa dari perjuangan reformasi, teman-teman kami yang gugur sebagai pejuang reformasi hingga saat ini masih belum menemukan siapa pelaku penembakan. Siapa dalangnya, siapa aktor intelektual penembakan mahasiswa, yang sampai saat ini tak kunjung dimejahijaukan,” tandasnya.
Masih menurut Achdie, dia juga minta kawan berjuangnya yang kini di duduk di DPR, jangan Cuma berdiam diri seolah menikmati buah reformasi.
“Kami tak menuntut apapun. Kami hanya minta, penjarakan para bandit Orba, para penindas, para penembak mahasiswa dan warga sipil saat terjadi peristiwa Trisakti Berdarah dan lainnya,” tandasnya.
Pada bagian lain, aktivis 98, Mulyadi atau yang akrab disapa Kimung juga angkat bicara mengenang 23 tahun reformasi. Dia secara blak-blakan mengatakan, sampai saat ini hati dan darah juangnya tak mengizinkan berkompromi dengan mereka yang pernah jadi antek atau kroni Orba.
“Itu adalah sumpah kami saat masih berdemo di jalan, dan hingga saat ini masih bersemayam di hati. Soeharto, juga para antek Orba, hingga kini, adalah musuh kami, juga musuh bangsa ini, dan bukan tak mungkin mereka akan mengembalikan keyaan Orba seperti masa lalu melalui praktik politiknya,” tandas Kimung.
Dia melanjutkan, reformasi, menurutnya adalah bagian dari catatan sejarah Indonesia.
“Dan, kami, yang ikut berkeringat dari sekian banyak kawan-kawan yang lain yang ikut melengserkan Soeharto, sama sekali tak mengakui, bahkan tak kenal dengan Amien Rais yang mengaku-ngaku sebagai ‘Lokomotif Reformasi’. Bagi kami, Amien Rais itu tak lebih dari petualang politik tukang klaim untuk urusan kepentingan politiknya sendiri. Bukan kepentingan yang banyak. Sekali lagi, kami penggiat reformasi, tak kenal dan tak ingin Amien Rais yang menunggu di tikungan dan pendatang gelap, mengaku-ngaku ‘Lokomotif Reformasi’. Kalau dia disebut ‘Penumpang Gelap Reformasi’, iya,” tandasnya. (Nesto)