HMI Terus atau Putus?

Oleh : Moeltazam

Kader HMI Komisariat Hukum, Cabang Kota Bogor

 

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam periode 2021-2023 resmi dilantik. HMI Digital, HMI Incubator Entrepreneurship, serta meneguhkan komitmen keislaman dan keindonesiaan merupakan tiga program utamanya.

 

Dinamika forum Kongres XXXI di Surabaya menghasilkan keputusan-keputusan tidak beda jauh dari Kongres sebelum-sebelumnya. Kesan baik terdengar berkat kongres pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) meningkat, tetapi pastinya kabar buruk barang tentu ada, bukan karena hamburan pecahan kaca yang pecah dan nyaringnya toa, belum lagi seruan Pleno III PBHMI versi Abdul Muis di Tapanuli Tengah-Sumatera Utara, melainkan cacatnya administrasi membuat kesan forum semakin rumit.

 

Sebagai kader HMI, Organisasi sebesar Himpunan Mahasiswa Islam kagum dan merasa bangga terhadap HMI yang terkenal tertib secara administrasi setelah Tentara Nasional Indonesia (TNI), tetapi itu semuanya hanya sebatas retorika semata. Faktanya, Pengurus Besar HMI yang tertuang dalam SK Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam tentang susunan PB HMI periode 2021-2023 nomor: IST/KPTS/F-MP/09/1442 masih banyak menyisakan luka konstitusi. Sebagian kader yang masih menyandang status Latihan Kader II (LK2) dan bahkan masih LK1 sudah membaur menjadi personalia PB HMI ditambah merangkap jabatan karena masih pengurus di cabangnya masing-masing. Pun, diduga sebagian merangkap menjadi anggota atau pengurus organisasi partai politik atas dasar ambisi kekuasan, kini telah menjadi kebiasaan karena kelaparan jabatan.

 

Padahal dalam Konstitusi HMI yang dapat menjadi personalia Pengurus Besar HMI adalah: (1) Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader III, terpampang jelas dalam Anggaran Rumah Tangga ART) Pasal 20 pasal 3 ayat (d). (2) Kemudian aturan main rangkap jabatan telah digariskan ART pasal 9 disebutkan: ayat 2, pengurus HMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan pada organisasi lain sesuai ketentuan yang berlaku. (3) Ketentuan tentang jabatan seperti dimaksud pada ayat (2) di atas diatur dalam ketentuan tersendiri. Kemudian dalam penjelasan rangkap anggota atau jabatan dan sanksi anggota Himpunan Mahasiswa Islam yang dimaksud rangkap jabatan adalah adalah anggota HMI yang sedang menduduki suatu jabatan struktural kepengurusan pada organisasi lain (2.1). Bukan jabatan fungsional, sedangkan jabatan struktural dapat dikatakan bersifat hirarkis (lihat Hasil Kongres XXX). Pendek kata, oknum yang menjadi anggota parpol lenyap status keanggotaannya (pasal 5b ART). Oknum Pengurus Besar yang terbukti rangkap jabatan di Pengurus Besar HMI wajib dikenakan sanksi.

 

Berbicara tentang administrasi, mengingatkan penulis pada kisah heroik Pemrakarsa HMI Ayahanda Lafran Pane ketika di masa-masa lansia beliau melihat dengan rasa penuh kebanggaan para jiwa kader HMI atas pengaplikasian menaati administrasi yang selaras dengan Konstitusi HMI. Waktu itu, beliau mengikuti salah satu forum Kongres HMI, melihat kader-kader dengan semangat hijau hitamnya menggema, adu gagasan demi kemajuan, pola perkaderan dan mengorbitkan pemimpin PB HMI saat itu. Di samping suasana Kongres di masa Orde Baru (Orba) memang selalu dalam keadaan rumit, pihak panitia selalu menjaga secara ketat arena dan para peserta kongres yang tidak menggunakan id card dilarang untuk masuk forum.

 

Pada kesempatan ini, Ayahanda Lafran Pane dihadang panitia untuk masuk forum kongres karena alasan keamanan. Perdebatan tumpah, sampai terdengar oleh salah satu petinggi HMI waktu itu untuk melerai. Sontak kaget, sedih, malu, dan merasa bersalah melihat Lafran dilakukan sedemikian. Ia berikan hormat dan permohonan maaf, juga ia memberi isyarat kepada panitia bahwa yang di hadapannya itu adalah Lafran Pane Pemrakarsa HMI. Mereka pun memohon maaf sambil mencium tangan Lafran dengan perasaan bersalah. Meskipun begitu, tidak banyak yang dilakukan Lafran saat itu, selain perasaan bahagia sukses mendidik kader HMI patuh pada aturan administrasi.

 

Penggalan kisah heroik di atas, memberikan kesan: Pertama, pentingnya meneladani kebesaran jiwa ke-HMI-an pendiri HMI melaksanakan ketentuan organisasi yang diperjuangkan. Kesederhanaan menikmati hidup, tanpa menjual kehidupan demi kebutuhan kepentingan pribadi. Lebih memilih “tidak terhormat” dari pada mentereng, tetapi mengangkangi konstitusi.

 

Kedua, pesan yang bisa kita tangkap dari diri Lafran selama ia ber-HMI adalah keberpihakannya pada misi Islam, yakni membangun kultur keilmuaan demi mencapai komunitas atau masyarakat yang madani seperti yang pernah dicetuskan oleh Rasullah SAW di Jazirah Arab pada beberapa 15 abad yang lalu.

 

Akhirnya, Himpunan Mahasiswa Islam tidak akan bisa terus berada dalam poros perjuangan, jika HMI sudah menjadi ladang basah mementingkan kekuasaan atas struktur di HMI demi sesuap nasi. Konstitusi dinodai, administrasi tidak arti. Perpecahan kaca dapat diganti, tetapi perpecahan dalam tubuh HMI begitu sulit rekonsiliasi. Program yang digadangkan akan gugur jika masih belum mempunyai kesadaran tinggi, kerendahan hati, dan menundukkan ambisi kekuasaan.

 

Maka dari itu, lebih baik Himpunan Mahasiswa Islam putus saja dari organisasi. Kalau hanya menyisakan luka dalam bagi pendahulu HMI. Organisasi hanya sebagai alat atau mesin untuk membantu suksesi program-program Himpunan Mahasiswa Islam. HMI tidak butuh organisasi, toh HMI akan tetap hidup tanpa organisasi dari para jiwa kadernya yang berasaskan Islam, yang memiliki tujuan mulia mencerdaskan generasi muslim dan memperkokoh bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *