Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat disebut-sebut akan kembali diperpanjang. Kebijakan pemerintah ini tak sedikit menuai kontroversi, meski bertujuan untuk menekan laju sebaran Covid-19 yang setiap hari terus meningkat belakangan ini. Bagaimana pendapat akademi Bogor? Berikut disampaikan Dr Agus Surachman, SH SP1 yang juga salah seorang dosen pasca sarjana perguruan tinggi swasta.
Ramai dibicarakan, tentang PPKM Darurat yang telah diberlakukan oleh pemerintah, instruksi itu dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri. Kontroversi, tertuai beragam dari masyarakat. Contohnya, terjadi penolakan disana–sini, seperti kericuhan. Misalnya, ketika seorang Paspampres Bernama Izroi Gajah berpangkat Praka bersitegang dengan Petugas PPKM yang dianggap arogan dalam menjalankan tugasnya. Demikian disampaikan Agus Surachman.
“Selain itu, seorang juga pemilik warung di Kenjeran, Jalan Bulakbanteng, Surabaya, yang dijadikan tersangka karena telah mengusir dan merusak kendaraan patroli polisi,”tukasnya saat bincang-bincang dengan media online ini di kediamannya, Tajur, Kota Bogor, Selasa (13/7/2021).
Penolakan demi penolakan, sebutnya, terus terjadi. Terutama, penolakan terhadap perintah penutupan sementara tempat beribadah, banyak tempat ibadah buka terutama masjid tetap melakukan Salat Jum’at berjamaah.
“Menghadapi penolakan-penolakan tersebut, Menteri Dalam Negeri sampai harus melakukan revisi instruksinya sebayak tiga kali. Pertama, Instruksi Mendagroi No. 15 tahun 2021 Tentang PPKM Darurat Covid 19 di Wilayah Jawa dan Bali,, diubah dengan Nomor 16, 18 sampai terbaru nomor 19 tahun 2021 yang dikeluarkan tanggal 9 Juli 2021 dan berlaku sejak 10 juli sampai dengan 20 Juli 2021,” tuturnya.
Selanjutnya, instruksi baru ini, merubah tentang penutupan sementara tempat beribadah. Seperti Masjid, Mushola, Gereja, Pura, Vihara, dan Klenteng serta tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat Ibadah. Kalimat “penutupan sementara“ dirubah menjadi “ tidak mengadakan kegiatan peribadatan /keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM Darurat dan mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di rumah. Sebenarnya, lanjut Agus, substansinya sama, hanya penghalusan bahasa saja. Sama–sama tidak boleh beribadah ditempat Ibadah selama PPKM Darurat.
“Selanjutnya, yang dirubah oleh Instruksi Mendagri No. 19 tahun 2021 tentang PPKM Darurat ini adalah tentang ”resepsi pernikahan”, semula resepsi pernikahan dibolehkan tetapi hanya dihadiri maksimal 30 orang dengan PROKES yang ketat dan tidak boleh dine in tetapi harus take away , menjadi pelaksanaan resepsi pernikahan ditiadakan selama pelaksanaan PPKM Darurat,” ucapnya.
Kalau PPKM ini berakhir tanggal 20 juli ini, mungkin tidak terlalu bermasalah tetapi sendainya diperpanjang, 4-6 minggu yang seperti yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta, 12 Juli 2021.
“Tentu akan menjadi masalah bagi mereka yang sudah menentukan tanggal perkawinan. Untuk itu sebaiknya perubahan itu dibatalkan atau dilakukan perubahan lagi. Instruksi Mendagri tersebut diatas dilihat dari struktur pembuatan sebuah regulasi, melanggar kelaziman. Karena, pada umumnya dalam sebuat regulasi bahkan sebuah keputusan, selalu terlebih dahulu ada menimbang, mengingat dan memutuskan,” imbuh pria yang juga seorang dosen tersebut.
Menimbang biasanya menguraikan latar belakang atau perihal pentingnya dikeluarkan instruksi tersebut, masih menurut Agus, kemudian mengingat, lebih kepada merujuk kepada peraturan dan perundangan yang mendasari , dalam hal ini Undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan misalnya.
Terakhir memutuskan. “Dalam Instruksi Mendagri ini sama sekali tidak ada. Apakah PPKM saat ini, akan efektif dan berhasil menurunkan angka yang terpapar Covid -19, atau kah akan menjadi sebaliknya, kebijakan ini berpotensi menjadi “boomerang “ bagi Presiden Jokowi.
(Nesto)