INTELMEDIA – Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor menerima audiensi dari Serikat Pekerja Garment Bogor. Audiensi di terima oleh anggota Komisi IV, Teguh Widodo di ruangan serbaguna Kabupaten Bogor, Kamis (03/2/22).
Audiensi tersebut dihadiri oleh Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) Kabupaten Bogor. Adapun agenda yang di bahas dalam audiensi terkait pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan oleh PT. Agung Dian Ekatama (A.D.E).
Kepada Teguh Widodo, anggota Komisi IV yang memimpin pertemuan audiensi, pihak serikat pekerja menyampaikan tujuan kedatangannya adalah untuk meminta keadilan atas hak pekerja PT. A.D.E yang mengalami perlakuan tidak baik dari perusahaan.
“Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dikeluarkan kurang beralasan, keputusan tersebut dilakukan secara sepihak tanpa adanya musyawarah dengan pekerja,” terangnya. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pekerja telah melakukan keresahan dengan cara berlaku kasar dan mengintimidasi kepada pimpinan perusahaan.
Sebelumnya, pihak serikat pekerja telah berupaya melakukan diskusi dengan perusahaan perihal gaji dan PHK tersebut, namun tidak menemukan titik terang. “Kami sebetulnya ingin menyelesaikan dengan baik secara internal, tetapi permasalahan tersebut tidak dapat terpecahkan” tuturnya.
Hal tersebut bermula dari ketidakhadiran Nurlela salah seorang pekerja PT. A.D.E dikarenakan sakit. Ia pun mendapatkan sanksi berupa PHK oleh perusahaan.
Menanggapi terkait permasalahan yang disampaikan. Lisj, yang mewakili pihak PT. A.D.E menjelaskan bahwa pada prinsipnya kebijakan mengenai PHK dilakukan tanpa adanya paksaan dan tidak semena-mena.
“Ibu Nurlela itu mengalami sakit kista dan harus melakukan operasi di RS Sentra Medika Cibinong, saya sudah kasih izin berdasarkan keterangan dokter untuk istirahat selama 1-2 hari. Sampai buka perban pun, saya masih menghubungi pihak rumah sakit untuk mengontrol kondisi ibu Nurlela,” paparnya.
Lanjutnya, “Mengenai surat izin kerja dan lainnya, sebenarnya kami memberikan toleransi. Namun, tetap harus menjaga produktivitas kerja agar target bisa tercapai,” terangnya.
Anggota Komisi IV, Teguh Widodo menilai permasalahan yang terjadi diakibatkan karena kurang pahamnya aturan ketenagakerjaan yang berlaku. “Kalau kita lihat memang ada beberapa yang secara undang-undang tidak sesuai, seperti laporan perusahaan dan perjanjian kerjasama,” ujarnya.
“Kalau yang saya lihat pemutusan hubungan kerja yang dilakukan seperti rem mendadak. Hal tersebut tidak boleh dilakukan jika berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan,” tambahnya.
Sementara itu, Tri Idris selaku Kepala Bidang Hubungan Industri Tenaga Kerja DISNAKER Kabupaten Bogor melihat bahwa permasalahan ini merupakan masalah kemanusiaan. “Mungkin beliau masih butuh waktu untuk mengobati penyakitnya. Namun, karena adanya keterbatasan waktu izin kerja, bukan berarti memanfaatkan untuk mencari-cari celah. Sebenarnya bagaimana hati nurani kita saja,” ungkapnya.
“Namun, dari pihak perusahaan belum menyampaikan apakah sudah ada aturan PKB atau belum, karena aturan tersebut bisa menjadi pedoman mekanisme kerja jika terjadi sesuatu. Dengan aturan PKB menjadi pintu awal, mengenai batasan kewenangan kami dengan kewenangan pengawas,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Edi Iriawadi S.H. sebagai kuasa hukum serikat pekerja, bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara sepihak seperti hukumati mati. “Kita tidak bicara tentang hukum, kita bicara mengenai kemanusiaan, mereka adalah tulang punggung keluarga. Saya berharap agar pekerja ini bisa kembali bekerja,” tegasnya..
(Red)