Konflik Rusia-Ukraina Publik Indonesia Tak Suka AS dan Sekutu, Kenapa?

Akademisi Bogor, Dr Agus Surachman, SH SP1 secara lugas menyampaikan, banyak masyarakat Indonesia cenderung lebih memihak Rusia dibanding kepentingan barat,melalui Ukraina. Saat bincang-bincang di kantornya, di Jalan Raya Tajur, Kota Bogor, Agus mengatakan, yang menguatkan keberpihakan publik Indonesia itu juga mengacu dari hasil Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk “Sikap Publik atas Invasi Rusia terhadap Ukraina” yang dipublikasikan Youtube SMRC TV pada Senin, (18/4/2022).

Terungkap dalam surevi tersebut, masyarakat Indonesia lebih dominan menyalahkan negara-negara barat atau NATO dalam perang Rusia dengan Ukraina. Survei Saiful Munjani memaparkan 23 persen publik yang menyebut pihak bertanggung jawab atas perang Rusia dengan Ukraina adalah negara-negara barat.

Sedangkan yang menyalahkan Rusia dalam perang tersebut sebanyak 17 persen, kemudian pihak yang menyalahkan Ukraina ada 8 persen. Menurut Saiful Munjani, data ini menunjukkan bahwa cara berpikir masyarakat complicated. Dalam survei SMRC terdapat 31 persen masyarakat Indonesia setuju Ukraina bersahabat dengan negara manapun termasuk NATO dan 29 persen tak setuju.

“Kecenderungan keberpihakan kepada Rusia itu karena latarbelakang sejarah. Pada era kepemimpinan Bung Karno dahulu, bersahabat dengan Rusia, yang dulu bernama Uni Sovyet. Salah satu yang popular disampaikan Bung Karno saat itu kepada Amerika yakni, go to hell with your aid!,” tukas pria yang juga dosen pasca sarjana di salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Bogor, Rabu (11/5/2022).

Ketidaksukaan masyarakat Indonesia terhadap Amerika dan negara barat, termasuk PBB, sambung Agus, karena penegakan demokrasi diberlakukan sesuai kepentingannya.

“Demokrasi yang diberlakukan barat, tergantung kepentingannya. Misalnnya, saat Irak diserang, apakah ada pembelaan? Tidak ada. Demikian juga ketika Israel duduki Palestina, Amerika dan barat, serta PBB diam. Tapi, ketika Rusia bereaksi atas Ukraina, barat yang tergabung dalam NATO ribut. Bahkan, lakukan pemboikotan ekonomi,” lanjutnya.

Agus berujar, sepak terjang amerika dan sekutunya yang tak adil membuat ketidaksukaan publik Indonesia.

“Apakah pemboikotan ekonomi itu legal? Apakah setiap negara boleh, menekan? Apakah itu legal? Apakah itu bukan perampokan? ,” ucapnya.

“Invasi yang dilakukan Rusia, karena Negara tersebut merasa terancam. Sebab, Ukraina (secara historis) dulunya bagian dari Uni Sovyet, apalagi saat ingin bergabung jadi NATO. Rusia menilai, itu merupakan provokasi Amerika, dan jika pangkalan militer NATO dibangun, itu akan jadi ancaman terhadap Rusia,” imbuhnya.

Agus menambahkan, reaksi Rusia atas Ukraina itu juga memicu solidaritas negara muslim.

“Akan ada persatuan, karena sebelumnya negara muslim juga menilai ketidakadilan barat terhadap negara Islam. Dan, kebetulan ada Negara Chechnya, tetangga Rusia, yang merupakan reprentasi Negara Islam. Jadi, ada sepenanggungan nasib, itu juga akan mengundang simpati negara muslim. Karena ingat, Rusia itu bukan komunis, tapi negara liberalis,” tuturnya.

PBB sendiri, sebut Agus, lebih berpihak pada kepentingan negara barat.

“Ketika Israel membantai Palestina, ketika Amerika menghantam Irak, PBB diam saja tanpa lakukan pemboikot atau menyatakan penajahat perang. Tapi, saat Rusia serang Ukraina, langsung dicap penjahat perang dan reaksi negatif pun dilakukan oleh para sekutu Amerika. Itu yang akhirnya membuat dunia melek,” tukas Agus.

AS dan Eropa, menurut akademisi kota hujan ini, adalah pemain paling cepat dalam krisis Ukraina.

“Mereka melihat bahwa tatanan internasional saat ini lebih menguntungkan mereka. Jika mereka mengambil risiko dengan Rusia, yang memiliki militer besar dan senjata nuklir, biayanya akan jauh lebih tinggi daripada mempertahankan tatanan lama, dan sebagai hasilnya, keuntungan mereka mungkin terkikis lebih cepat. Dan. Ukraina hanya sebagai panggung atau medan pertempuran laboratorium adu senjata,” tukas Agus.

“Dan, yang diuntungkan dalam perang ini adalah Amerika. Karena, mendapat profit dari sewa pakai (the lend-lease act of 2022) senjatanya. Serta, perang terjadi di tanah ukraina bukan di tanah Amerika,” tuntasnya.

(Nesto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *