KOTA BOGOR – Bila sebelumnya Kantor ATR/BPN Kota Bogor mentargetkan tahun 2022, sebanyak 12 ribu bidang tanah dan datanya sudah lengkap PTSL akan segera dituntaskan. Namun, ternyata diketahui tak sedikit ajuan PTSL di Kota Bogor yang belum tuntas hingga media 2023 hingga saat ini.
Hal itu disampaikan Ketua Duta Jokowi Bogor Raya NFR Nasution saat jadi pembicara diskusi pada hari jadi Bogor di salah satu café di Jalan Semeru, Kota Bogor, baru-baru ini.
“Keluahan itu disampaikan diantaranya warga Rancamaya, Kertamaya hingga Sukasari. Salah satu contoh, di Sukasari, program PTSL tersandung persoalan tanah sewa. Terdapat 207 bidang yang hingga saat ini tak bisa lahannya diajukan warga setempat,” kata pria yang akrab disapa Ucok Nasution.
Dia melanjutkan, kendala tersebut juga karena sikap kaku Pemkot Bogor yang tertuang dalam SK Walikota tahun 2003 yang menerangkan pembatasan pembayaran cicilan.
“Dampaknya, warga yang akan mencicil saat ini sudah tak bisa lagi. Begitu juga yang akan melunasi. Buntutnya, status lahan di lokasi tersebut tak jelas. Terpisah, disebutkan, konon lahan tersebut nantinya akan melalui proses lelang,” tandasnya.
Kelurahan Kertamaya, sebutnya, juga diketahui ada ajuan PTSL yang belum selesai. Ia berharap, idealnya BPN menyampaikan ke public soal keterlambatan PTSL atau ketidaklengkapan syarat ajuan, jika ada, agar tak menanti belama-lama tanpa kepastian.
Selain itu, menimbang UU Keterbukaan Informasi Publik No 14 Tahun 2008, idealnya BPN membuka diri dengan peningkatan pelayanan yang baik terkait layanan informasi masyarakat.
“Sebelum tuntas semua urusan PTSL, BPN perlu membuka ruang publik untuk konsultasi atau dialog, agar masyarakat nyaman. Dan, sampaikan juga, apa yang membuat layanan lama. Misalnya, membuka ruang layanan khusus komunikasi masyarakat di BPN. Atau, layanan komunikasi whatsapp terbuka. Hal itu termasuk pengurusan reguler. Atau, membuat aplikasi web aduan public,” ucapnya.
“Malah ada lahan warga yang luasannya diduga tertukar. Saat warga terkait minta untuk dilurukan luasan pengukuran, harus mengikuti proses regular untuk ukur ulang yang harus ada pembayaran. Padahal, diduga salah ukur karena petugas BPN Kota Bogor yang tak cermat. Demikian juga di Rancamaya, sebanyak 59 bidang sampai saat ini belum selesai proses PTSL nya,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu, warga Rancamaya, Ujang Idih membenarkan sebanyak 59 ajuan PTSL dilingkungannya masih belum tuntas.
“Umumnya, pengajuan sejak tahun 2018 dan sampai saat ini ditunggu-tunggu, 59 bidang yang belum selesai. Taka da kabar pasti, kapan selesainya,” kata Ujang Idih.
Dia berujar, sejumlah ajuan lahan PTSL milik warga tersebut tersebar di beberapa RT, RW dilingkungan Rancamaya.
“Kami, sebagai warga berharap bisa segera diselesaikan. Sebab, sudah terlalu lama prosesnya, tapi sampai saat ini masih juga tak kunjung selesai,” tukasnya.
Ujang juga memperlihatkan data nama-nama pengaju dari RT 01 hingga 03, yang berada di lokasi berbeda di RW 02 hingga 10. Dia menyesalkan, sejauh ini pihak BPN belum menyampaikan pemberitahuan kepada warga.
“Mestinya jika ada kekurangan, misalnya seperti berkas tak lengkap atau ada hal lain, warga pengaju diberitahu. Agar, warga tak menunggu-nunggu tanpa kepastian. Tapi, jika ini masih dalam proses, idealnya juga disampaikan, sampai kapan tuntasnya,” tuturnya.
“Sebelumnya, kami juga sudah berkomunikasi dengan anggota dewan, tapi itu juga belum ada informasi. Kami, mendesak pihak Kantor ATR BPN segera menindaklanjuti ajuan PTSL warga Rancamaya. Jika terus menerus berlarut tanpa kepastian, kami dan warga pengaju yang belum selesai PTSL akan mendatangi Kantor BPN, dengan unjuk rasa,” tandas Ujang.
Sebagimana diketahui, program nasional PTSL ini dicetus oleh Presiden Jokowi, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Program sertifikasi ini memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah yang menjamin kepastian dan kekuatan hukum atas kepemilikan tanah mereka.
Program PTSL ditetapkan sebagai program nasional karena memilliki manfaat yang kompleks terutama bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah. Kekuatan hukum atas tanah milik masyarakat serta meminimalisir terjadinya sengketa dan konflik atas tanah menjadi tujuan dari dilaksanakannya program ini. Pun bagi Pemerintah Daerah, manfaat yang diperoleh akan berimbas pada naiknya nilai pendapatan daerah dari sektor pajak BPHTB dan PBB. (Octa)