TENTU kita sebagai bangsa Indonesia harus menyambut dengan baik , bangga dan penuh harapan, ketika Presiden Jokowi hendak menjadi duta perdamaian untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina. Jokowi berangkat ke Ukraina tidak seperti pemimpin Uni Eropa dan Amerika yang berangkat ke Ukraina. Mereka, mendukung Zelensky dan membantunya dengan mengirim persenjataan dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melawan dan mengusir pasukan Rusia yang menginvasi Ukrania.
Sebagaimana diketahui, selama ini, mereka Uni Eropa dan Amerika memprovokasi agar perang menjadi lebih berskala besar bahkan memacu konflik Ukraina – Rusia berlanjut menjadi Perang duia ketiga. Lihat saja yang perang sekarang , sejatinya adalah perang antara amerika dan sekutunya NATO melawan Rusia dan kawan-kawan, seperti Belarusia dan Chechnya serta diam –diam Cina juga berada dibarisan Rusia juga India.
Kembali ke misi Presiden Indonesia, pertanyaannya dapatkah meredam atau mendamaikan kedua Negara tersebut ? Tentu saja jawabannya bisa iya atau tidak. Sejatinya perdamaian adalah tugasnya Perserikatan Bangsa-bangsa.
Tapi, entahlah, PBB sepertinya tidak mampu melaksanakannya. Kalaulah Presiden Jokowi tidak berhasil membuat mereka berdamai, tentu telah dicatat dalam sejarah bahwa beliau telah melaksanakan tugas dengan baik mengunjungi negara yang sedang berperang dengan semangat perdamaian dan tidak memihak sesuai dengan konstitusi Negara Republik Indonesia undang-undang dasar 1945.
Pertama, seperti diuraikan di atas perang yang terjadi sekarang sejatinya bukan perang Rusia dan Ukraina saja, tetapi perang Rusia dengan Amerika dan NATO. Dimana Rusia dan NATO punya keinginan memperluas kekuasannya di dunia.
Syahwat untuk menguasai dunia kian menjadi, terutama Amerika ingin menjadi yang utama di dunia dan semua Negara harus tunduk kepada keinginannya, yang tidak tunduk akan diberikan sanksi baik ekonomi atau pun militer, mereka akan dikucilkan.
Presiden Jokowi tidak hanya harus melakukan pendekatan kepada Rusia dan Ukrania terutama untuk Ukraina, ia harus melakukannya kepada Amerika dan sekutunya agar menghentikan boikot kepada Rusia dan menghentikan ekspansi nato ke Eropa Timur.
Sampai saat ini jumlah anggota NATO sejak pertahanan Fakta Warsawa runtuh tahun 1991, anggotanya bertambah terus dari 16 menjadi 30 anggota. Semuanya berasal eropa timur yang dulunya enjadi anggota pertahan fakta warsawa.
Sehingga, sampai di Ukraina yang wlayahnya berbatasan dengan Rusia juga terus “dirayu” untuk masuk anggota NATO . Inilah yang tidak disukai Vladimir Vutin sehingga Putin memutuskan untuk melakukan serangan militer terbatas untuk melakukan denazifikasi dan demilitersisasi Ukrania.
Harus diyakinkan, bahwa membantu mempersenjatai Ukrania tidak akan menghentikan perang, tetapi perang akan terus berkepanjangan sehingga yang banyak menderita adalah Rakyat Ukrania, karena perangnya terjadi dibumi Ukrania bukan di Amerika dan Sekutunya.
Kedua, dimana perang terjadi itu pasti ada persoalan “kemanusian” . sampai 9 Jun 2022, PBB telah mengkonfirmasi 4.266 kematian warga sipil dan 5.178 luka-luka di Ukraina sejak Rusia menyerang negara itu pada 24 Februari lalu. 2022.
Dalam kurun kurang dari dua bulan sejak pasukan Rusia memulai perang di Ukraina, sebanyak lima juta lebih warga Ukraina telah meninggalkan ataka mereka dan sekitar tujuh juta terpaksa kehilangan tempat tinggal mereka di dalam negeri, demikian menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR).
Bencana kemanusiaan ini, tentu tidak bisa dianggap enteng. Krisis di Ukraina juga menciptakan kelompok pengungsi baru. Negara-negara Eropa dan Amerika telah bergegas membantu lebih dari 5,5 juta warga Ukraina yang melarikan diri ke ataka-negara tetangga, serta lebih dari 7 juta orang yang mengungsi di daerah-daerah di perbatasan Ukraina.
Ketiga, resesi global diprediksi akan menimpa dunia. Inflasi yang diakibatkan menimbulkan telah menghantui dan momok bagi kita semua, kelaparan mengancam penduduk dunia. Sejumlah pemimpin dan ekonom dari berbagai kalangan , memprediksi dunia akan mengalami resesi ekonomi hingga 2023, akibat dampak perang Rusia-Ukraina.
Dampak terburuk resesi ekonomi diprediksi akan dialami tgiga ataka, yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jerman. Peringatan terbaru disampaikan Perdana Menteri (PM) Singapura, Lee Hsien Loong, yang menyatakan dunia sangat mungkin menghadapi resesi ekonomi dalam dua tahun ke depan.
Penyataan PM Singapura tersebut membuatnya Penyataan PM Singapura tersebut membuatnya bergabung dalam daftar pemimpin ataka, pembuat kebijakan global, pelaku pasar, ekonom, dan perusahaan yang telah memperingatkan risiko resesi akibat dampak invasi Rusia ke Ukraina dan juga gelombang lanjut atakana Covid0-19 di China.
Ekonomi dunia dan atau keuangan negara sangat terpengaruh karena invasi Rusia ke Ukraina. Perang juga telah memengaruhi perdagangan global, malapetaka bagi keuangan, perusahaan multinasional, dan ekonomi nasional, termasuk ekonomi AS. Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2022 menjadi 2,6 persen dari 3,6 persen karena perang Ukraina-Rusia yang berkelanjutan dan perubahan dalam strategi ekonomi makro yang dibuat.
Sekali lagi penulis ingin sampaikan, ini bukan lagi perang antara dua negara tapi perang banyak Negara. Karena, ketamakan, keserakahan dan keangkuhan serta ada aspek bisnis senjata canggih dan mahal.
Presiden Jokowi harus meramu dan dan menyajikannya dengan baik kepada semua Negara yang terlibat dalam perang tersebut, terutama Amerika dan Rusia harus mau masing – masing mengurangii “ keangkuhannya “.
Tentu tidak mudah butuh waktu yang panjang untuk berproses dan sangat tergantung kehendak para pihak yang sedang berperang dan yang terlibat dalam perang tersebut. Kalau tidak, ini adalah AWAL PERANG DUNIA KETIGA, wallahhualam bissawab. (*)
(Penulis : Akademisi Bogor, Dr Agus Surachman, SH SP1)