CIBINONG – Setelah sebelumnya ditunda sepekan, sidang gugatan terkait tanah kirab remaja kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Bogor, hari ini, Kamis (25/8/2022). Persidangan ditutup dengan pernyataan kuasa hukum dari pihak penggugat mencabut gugatannya.
Terjadinya pernyataan kuasa hukum penggugat mencabut gugatan, menurut kuasa hukum tergugat Jeppri Firdaus Silalahi diawali dari pihak kuasa hukum tergugat menyampaikan kepada majelis hakim, bahwa terdapat beberapa hal ketidak sesuaian yang tercantum dalam surat gugatan
“Yakni, pertama adalah ketidak sesuaian antara alamat ke 35 penggugat yang tercantum di KTP dengan alamat di dalam surat gugatan. Lalu, kedua adanya surat kuasa hukum yang diajukan baru yang berbeda dengan surat kuasa yang digunakan waktu mengajukan gugatan,” kata Jeppri kepada awak media.
Setelah kuasa hukum tergugat menyoroti ketidaksesuaian alamat dari ke 35 penggugat tersebut, majelis hakim menyarankan kepada kuasa hukum penggugat untuk mencabut gugatannya.
“Tetapi, jika dilanjutkan pun tidak apa-apa. Atas saran dari majelis hakim, kuasa hukum penggugat menyatakan mencabut gugatannya dalam persidangan,” imbuhnya.
Menurut Jeppri, ketidaksesuaian antara alamat dalam identitas KTP penggugat dengan yang tercantum dalam surat gugatan yang diterima tergugat bisa berakibat tidak sahnya gugatan
“Berikut juga ada surat kuasa baru yang diajukan dan berbeda dengan surat kuasa yang digunakan sewaktu mengajukan gugatan membuat kami mempertanyakan kepada majelis tentang keabsahan dari kuasa yang mau digunakan,” lanjutnya.
Sebagai kuasa hukum, sambung Jeppri, perlu cermat untuk memeriksa identitas para pihak principal (pemberi kuasa) nya terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan. Tujuannya, agar gugatan tidak cacat formil.
“Menurut saya identitas penggugat dalam gugatan adalah suatu yang fundamental. Sepertinya gugatan yang dibuat diawali dengan tidak beritikad baik, terkesan dipaksakan dan terburu-terburu, dan asal-asalan. Sehingga dalam surat gugatan dicantumkan alamat para penggugat disamakan dalam dua alamat saja, padahal di dalam KTP semua alamat penggugat berbeda-beda” ucap Jeppri saat ditemui usai persidangan.
Seandainya jika pihak penggugat memaksa untuk tetap melanjutkan acara gugatan, masih menurutnya, maka disebutnya sama saja bunuh diri, karena melihat majelis hakim sangat jeli memperhatikan syarat formil gugatan.
“Mungkin dengan majelis hakim menyarankan untuk pihak penggugat mencabut gugatannya, maka secara tidak langsung hakim sebenarnya menyatakan gugatan penggugat mengandung cacat formil. Mungkin atas saran dari hakim tersebut menjadi pertimbangan dari pihak penggugat untuk mencabut gugatannya”, tandas Jeppri.
Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula dari gugatan 35 orang yang mengaku sudah mendiami tanah Kirab Remaja lebih dari puluhan tahun tapi tida mendapat sertifikat sementara sebagian besar sekitar 400 an KK justeru saat ini sudah mendapatkan SHM.
Dalam rilis pernyataan sikapnya sekitar 200 orang pemegang SHM datang ke Pengadilan untuk menolak gugatan karena menurut mereka gugatan tersebut hanya akan bermuara pada pembatalan serifikat yang sudah di miliki.
Dari informasi yang dikumpulkan lebih kurang 400 KK, pemegang sertifikat sudah berjuang tidak kurang dari 6 tahun untuk mendapatkan kepastian hak atas tanah yang sudah di diami mereka.
Masih dalam rilis pernyataan sikap yang sama, para tergugat justru menganggap bahwa gugatan tersebut jika dikabulkan hakim akan mengembalikan 12,6 ha tanah itu kembali menjadi milik Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang di ketahui sebagai yayasan milik keluarga Mantan Presiden Soeharto yang telah ditelantarkan dan dikuasai masyarakat selama lebih dari 20 tahun. (Nesto)