BELUM lama ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkumham, melalui Koordinator Hubungan Masyarakat dan Protokol Ditjen Pas Rika Aprianti mengungkapkan sebanyak 23 napi koruptor bebas bersyarat yang sudah dikeluarkan pada tanggal 6 September 2022 dari 2 lapas, yaitu Lapas Kelas I Sukamiskin dan Lapas Kelas IIA Tangerang.
Rinciannya 23 orang itu adalah empat narapidana dari Lapas Kelas IIA Tangerang dan 19 narapidana dari Lapas Kelas I Sukamiskin. Dari Lapas Kelas II A Tangerang, mereka yakni Ratu Atut Choisiyah Binti Alm, Tubagus Hasan Shochib, Desi Aryani Bin Abdul Halim, Pinangki Sirna Malasari, Mirawati Binti H. Johan Basri.
Sementara, dari Lapas Kelas I Sukamiskin yakni Syahrul Raja Sampurnajaya Bin H. Ahmad Muchlisin, Setyabudi Tejocahyono, Sugiharto Bin Isran Tirto Atmojo, Andri Tristianto Sutrisna Bin Endang Sutrisna, Budi Susanto Bin Lo Tio Song, Danis Hatmaji Bin Budianto, Patrialis Akbar Bin Ali Akbar. Selanjutnya, Edy Nasution Bin Abdul Rasyid Nasution, Irvan Rivano Muchtar Bin Cecep Muchtar Soleh, Ojang Sohandi Bin Ukna Sopandi, Tubagus Cepy Septhiady Bin. TB E Yasep Akbar, Zumi Zola Zulkifli, Andi Taufan Tiro Bin Andi Badarudin, Arif Budiraharja Bin Suwarja Herdiana.
Seterusnya, Supendi Bin Rasdin, Suryadharma Ali Bin. HM Ali Said, Tubagus Chaeri Wardana Chasan Bin Chasan, Anang Sugiana Sudihardjo, Amir Mirza Hutagalung Bin. HBM Parulian.
Menanggapi hal ini, akademisi Bogor, Dr Agus Surachman, SH SP1 mengatakan, hal itu sudah sesuai amanat payung hukum.
“Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan mengamanatkan perbaikan secara mendasar dalam pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan yang meliputi pelayanan, pembinaan, pembimbingan, kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan pengamatan dengan menjunjung tinggi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia,” kata pria yang juga dosen pasca sarjana di salah satu perguruan tinggi swasta di Bogor saat bincang santai di kediamannya, Tajur, Rabu (28/9/2022).
Jadi, sambungnya dari susut itu ada satu celah narapidana diberikan pelepasan bersayarat kerena diatur undang-undang, setelah menjalani 2/3 hukuman.
“Memang sudah sejak dulu. Bukan baru-baru ini. Itu diberikan harus berkelakuan baik. Nah ini yang disoal, perlakuan baik itu seperti apa? Karena, yang menilai petugas lapas,” imbuhnya.
“Kontradiktif filosofi yang dianut masyarakat, sekarang masih menginginkan bahwa korupsi extra ordinary (luar biasa). Orientasinya, penajara. Sedangkan, tujuan pemidanaan itu pemasyarakatan atau pembinaan. Sebaiknya, menurut saya, (koruptor) itu dimiskinkan saja,” tandas Agus.
Masih menurutnya, jangan sampai Criminal Justice System (CJS) atau Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang merupakan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan menggunakan dasar pendekatan system, seperti polisi, kejaksaan hingga pengadilan jangan orientasinya pembalasan, atau penjara.
“Makanya, CJS, harus punya satu visi. Bahwa tujuan pidana, untuk pemasyarakatan. Itu harus disosialisasikan. Terbukti, penjara itu tidak efektif, mengembalikan narapidana itu kepada masyarakat,” tuntasnya. (Eko Octa)