Aktivis MRB dan 98 Ingatkan, Awas Ada Pihak yang Kembali Mainkan Politik Identitas!

KOTA BOGOR – Ketua Lembaga Mitra Rakyat Bersatu (MRB) Jamal Nasir menyampaikan, kuat dugaan ada pihak-pihak yang akan memainkan kembali politik identitas menjelang tahun politik 2023 mendatang, terutama saat pemilu presiden.

“Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok etnis, suku, budaya, dan agama untuk tujuan tertentu. Politik ini untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut dan umumnya dijadikan strategi menjelang pemilu,” kata Jamal Nasir di sekretariatnya, Jalan Raya Cifor, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jumat (06/11/2022).

Pria yang juga advokat Peradi Pergerakan Bogor ini menyampaikan, umumnya politik identitas menjadi bagian dari skenario menjatuhkan lawannya dengan hal yang berkaitan dengan identitasnya.

“Politik identitas ini berpotensi memicu konflik antar masyarakat, bahkan mengadu domba. Jika dibiarkan berpotensi memecahbelah pesatuan bangsa. Karena itu, stop politik identitas. Masyarakat harud diedukasi dan jangan sampai terpancing,” imbuhnya.

Jika merujuk ke Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sambungnya, tidak ada penjelasan tentang pengertian politik identitas. Pasal yang mengatur hal ini hanya memuat tentang kampanye yang dilarang menghina, menghasut, mengadu domba, dan menggunakan kekerasan.Tidak ada defenisi dalam penjelasan UU Pemilu sebagai rujukan kita.

“Politik identitas ini sangat bertentangan dengan roh Sompah Pemuda juga Pancasila. Jadi, perlu diwaspadai dan ditolak,” tandasnya.

Terpisah, aktivis 98 Fery Ariyanto Batubara di Jalan Kapten Yusuf, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor menyatakan senada. Politik identitas sudah mulai dimainkan kelompok politik dengan mengusung isu SARA.

“Propaganda yang dilakukan pengusung politik identitas ini yakni melalui hoaks dan ujaran kebencian dan disebarluaskan akun-akun media sosial, dengan tujuan kampanye hitam. Juga aksi unjuk rasa yang mengusung isu agama,” ucap aktivis 98 yang pernah tergabung di Aldera dan Forkot ini.

Pesan yang dikaburkan, sambungnya, akan memengaruhi pemahaman masyarakat atas informasi yang diterima. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat perihal hoaks karena rendahnya tingkat pendidikan membuat mereka percaya bahwa segala informasi valid isinya.

“Informasi yang menyangkut suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA) adalah topik yang kerap menjadi latar belakang propaganda. Narasi SARA yang digambarkan melalui tokoh-tokoh politik akan memengaruhi persepsi masyarakat,” tuntasnya. (Nesto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *