Perbedaan Bukan Hambatan Satukan Keberagaman

INDONESIA adalah negara yg besar baik jika dilihat secara kewilayahan maupun komponen-komponen yang ada di dalamnya. Puluhan ribu pulau, ribuan suku bangsa hingga ratusan bahasa ada di Indonesia. Perbedaan yang ada janganlah dijadikan unsur memecah belah namun menjadi unsur perkuatan bangsa. Keberagaman ini apabila tidak disikapi dengan bijak dapat menjadi sumber permasalahan bagi bangsa Indonesia. Masalah dimaksud yaitu seperti etnosentrisme, prejudis, maupun diskriminasi sehingga diperlukan langkah-langkah khusus untuk mengantisipasi hal tersebut

Etnosentris

Etnosentris secara bahasa dikutip dari KBBI memiliki makna sikap atau pandangan yang berdasar pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri yang disertai dengan sikap dan pandangan merendahkan kebudayaan lain (diluar kebudayaanya sendiri).

Secara sederhana etnosentris dapat disimpulkan sebagai sebuah sikap masyarakat yang menilai budaya daerahnya merupakan budaya terbaik dan budaya lainnya buruk. Sikap seperti ini akan menjadi permasalahan apabila tumbuh dan berkembang di Indonesia yang terkenal dengan pluralisme nya.

Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa, budaya, bahasa dan latar belakang sejarah tiap daerah. Etnosentris sendiri dapat berdampak positif dan juga negatif. Kecintaan yang berlebihan terhadap budaya sendiri akan membuat terjaganya budaya tersebut sehingga dapat terus dilestarikan oleh komunitasnya.

Namun demikian, sikap seperti ini akan memicu perpecahan terlebih apabila terjadi di lingkungan yang heterogen. Seperti budaya carok dari Madura misalnya. Untuk membela harga dirinya, kaum laki-laki Madura tanpa segan akan melakukan carok, yaitu upaya pembunuhan yang dilakukan ketika harga dirinya terusik oleh orang lain.

Secara aturan bernegara, hal seperti ini tentu tidak dibenarkan karena Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum sehingga tindakan main hakim sendiri sangat tidak dapat dibenarkan. Namun bagi masyarakat Madura, budaya carok memiliki nilai budaya yang sangat tinggi dan justru akan diapresiasi dalam pelaksanaanya. Indonesia berpedoman pada Pancasila, dimana sila-sila yang ada telah mengkomodir keragaman etnis dan budaya di Indonesia.

Perbedaan pendapat atau perselisihan sesungguhnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan apabila masyarakat mengedepankan musyawarah untuk mufakat sebagaimana yang tercantum dalam sila ke-4.

Prejudis

Prasangka (prejudice) merupakan sikap negatif yang tidak tepat terhadap kondisi sebenarnya yang ditunjukkan oleh individu maupun kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya (Myers, 1983).

Prasangka utamanya menyasar pada masalah SARA yang kemudian berkembang menjadi diskriminasi. Apabila prasangka adalah sikap maka diskriminasi merupakan tindakan atau kelanjutan dari prasangka.

Salah satu jenis prasangka yang banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari yaitu misalnya kategorisasi dan stereotipe. Baik kategorisasi maupun stereotipe sama-sama memberikan anggapan negatif yang hanya didasarkan pada penilaian tertentu tanpa melihat lagi kepribadian seseorang terlebih dahulu.

Seperti terdapat anggapan dari suku tertentu atas sikap nya dalam pekerjaan yang kemudian menjurus pada pengkotak-kotakan suku tertentu untuk suatu bidang pekerjaan. Prasangka yang berdasar pada isu apapun sebaiknya dihindari terlebih yang berkaitan dengan SARA.

Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa dan budaya, sehingga prasangka yang berdasar pada isu SARA hanya akan memecah belah persatuan dan berpotensi menimbulkan konflik multidimensional.

Diskriminasi

Diskriminasi merupakan tindakan yang berdasar atas prasangka negatif yang ditunjukkan dengan perbuatan tidak menyenangkan terhadap individu maupun kelompok atas dasar latar belakang yang dimilikinya.

Salah satu contoh diskriminasi yang terjadi yaitu pada acara midodareni keluarga almarhum Segaf Al-Jufri di Solo yang dipercayai merupakan seorang penganut islam syiah. Sekelompok massa bertindak anarkis dengan melakukan pemukulan dan perusakan di lokasi kegiatan sambil meneriakkan bahwa syiah bukan islam dan darahnya halal. Hal ini seakan menjadi pembenaran atas tindakan anarkis yang dilakukan oleh sekelompok oknum tersebut.

Sehingga keberagaman yang ada bukanlah penghalang bagi kita untuk mewujudkan satu cita, Indonesia Jaya.

(*Penulis : Pemerhati Sosial Kebangsaan, Gita Satya Nandini)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *