Kontroversi Pasal Perzinaan KUHP Baru

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan DPR dan pemerintah beberapa waktu lalu, menjadi sorotan lantaran ada beberapa pasal krusial. Salah satunya Pasal 413 RKUHP terkait perzinahan atau hubungan seks di luar nikah yang dapat dipidana penjara 1 tahun.

Pengesahan Rancangan KUHP menjadi undang-undang (UU) pun menimbulkan kekhawatiran bahwa orang asing atau turis asing tidak akan bepergian ke Indonesia, termasuk ke Pulau Bali. Hal ini dipicu pasal yang melarang perzinahan pada KUHP baru.

Protes soal masuk ke ranah privat pun tertuai terhadap KUHP, bukan hanya datang dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. Diantaranya, Australia dan Amerika Serikat (AS). Mereka melayangkan protes ke Indonesia. Kedua negara tersebut menolak keras Pasal Perzinaan atau larangan seks di luar nikah.

Pasal Perzinaan dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Selain itu, aturan larangan seks di luar nikah mempengaruhi kunjungan warga asing ke Indonesia. Hal itu disampaikan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Sung Y. Kim pada Selasa (6/12/2022) lalu.

Sementara Australia mengeluarkan travel advice bagi warganya yang hendak ke Indonesia. Dalam travel advice tersebut, disebutkan soal hukuman bagi pelaku seks di luar nikah dan kohabitasi (kumpul kebo). Meski KUHP tak langsung berlaku, Australia meminta warga yang mengunjungi Indonesia untuk tetap berhati-hati.

Bahkan,Australia telah mengeluarkan travel advice yang berbunyi, Parlemen Indonesia telah mengesahkan revisi KUHP, yang mencakup hukuman untuk kohabitasi dan seks di luar nikah.

Beberapa media internasional yang memberitakan pengesahan RKUHP menyoroti secara khusus hukuman pidana untuk seks di luar nikah dalam RKUHP. Salah satu yang memberitakan adalah BBC.com dengan judul berita ‘Indonesia passes criminal code banning sex outside marriage’. BBC.com menyoroti secara khusus aturan dalam KUHP baru yang mempidanakan orang-orang yang melakukan seks di luar nikah.

Selain itu, New York Times menyoroti hal yang sama. Media asing tersebut memuat berita berjudul ‘In Democratic Indonesia, New Penal Code Erodes Long-Held Freedoms’. Selain sorotan media internasional, kritik terhadap pasal zina di KUHP baru terus terdengar dari dalam negeri. Pasal ini dianggap terlalu mencampuri urusan privat seseorang.

Terkait sorotan asing, soal kebijakan produk hukum, jelas tak perlu dihiraukan. Kenapa? Karena, Indonesia, harus menentukan hukum sendiri. Ketentuan yang tercantum dalam KHUP soal perzinaan itu kan berupa delik. Jadi, harus ada orang yang mengadukan perbuatan terlarang.

Pasal tersebut untuk membendung perilaku seks bebas. Karena, aturan seks bebas itu cenderung kea rah prostitusi dan kebebasan seks itu juga dilarang secara agama. Apalagi 80 persen, mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama Islam. Setidaknya, itu yang jadi pertimbangan pemerintah dan DPR, yang mungkin cenderung seks bebas harus dibatasi.

Hal lain, Pemerintah pun sudah menjelaskan kontroversi pasal zina di KUHP baru. Pemerintah menyebut pelintiran pasal ini sudah terlalu liar. Hubungan extra marital sex itu adalah delik aduan. Itu yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Mengutip yang disampaikan Yasona sebagaimana yang diwartakan Detik.com, seseorang tak mungkin ditangkap dan diproses hukum dengan pasal zina tanpa adanya laporan. Dia menegaskan pelapor pun terbatas, hanya pihak keluarga dekat. Contohnya, laporan dari suami atau istri.

Melansir dari hukum online com, mengacu Pasal 6 UU No.1 Tahun 1946, Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie disebut juga Wetboek van Strafrecht yang dapat disebut dalam bahasa Indonesia sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Salah satu kata bahasa Belanda dalam KUHP yang mengalami “penyesuaian” untuk konteks Indonesia yakni overspel.

Overspel diatur dalam Pasal 284 KUHP atau 241 dalam Wetboek van Strafrecht (WvS). Ketentuan itu berbunyi diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan untuk pria yang telah kawin yang melakukan overspel padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya; Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan overspel.

Kemudian seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; dan seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya.

Mengacu kamus Van Dale, overspel berarti geslachtsgemeenschap van iemand met een vaste relatie, met een ander dan zijn vaste partner atau dalam bahasa Indonesia intinya persetubuhan yang dilakukan oleh orang yang punya relasi atau perkawinan dengan pasangan yang tidak semestinya. Zina merupakan istilah bahasa Arab yang diserap dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Banyak yang menerjemahkan overspel dengan istilah zina atau mukah.

Lalu, pada tahun 1971 Belanda menghapus Pasal 241 KUHP karena ketentuan tersebut berkaitan dengan urusan privat, sehingga tidak perlu dikontrol institusi hukum karena ikatan perkawinan merupakan urusan keperdataan. Delik tersebut dinilai tidak relevan lagi dengan perkembangan masyarakat di Belanda. Begitu juga soal efektivitasnya, sejak disahkan sekitar 80 tahun silam hanya ada 8 kasus yang pernah ditangani.

Sebatas diketahui, untuk mengubah KUHP sudah bergulir sejak tahun 1960-an dan pada tahun 1963 digelar seminar hukum nasional dimana pasal tentang zina menjadi salah satu ketentuan yang dibahas. Tahun 1975 dalam Simposium Pengaruh Kebudayaan/Agama Terhadap Hukum Pidana pasal tentang zina dalam KUHP juga mendapat sorotan.

Kemudian RUU KUHP versi tim Basaroeddin mengubah delik pasal zina ini menjadi delik aduan. Kemudian naskah akademik RUU KUHP tahun 2015 muncul lagi, disesuaikan dengan nilai kesusilaan masyarakat hukum Indonesia dan pihak ketiga bisa mengadukan zina dengan ancaman pidana 5 tahun. Dalam RUU KUHP versi 15 September 2019 ketentuan zina berubah yakni hanya bisa diadukan oleh suami, istri, orang tua, atau anaknya dan ancamannya 1 tahun atau denda kategori II.

Meski diketahui dalam praktiknya susah, karena kita tidak mengatur hukum syaraih, tapi mengatur UUD 45 dan Pancasila. Jika ada yang mempersolkan, tak perlu demo, silahkan diuji saja ke Mahkamah Konstitusi (MK) di-judicial review.

Jadi, jangan karena hanya beberapa pasal, lalu undang-undang tersebut dibatalkan. Cukup uji saja pasal-pasalnya, kana da lembaganya. Apalagi proses KUHP menjadi undang-undang ini cukup lama. Apalagi soal free sex itu juga bukan jiwa orang timur, Indonesia.

Sebagaimana diketahui, kontrovesi yang diprotes hingga negara asing yakni pasal soal perzinahan itu diatur dalam pasal 411 dan 412. Pasal 411 ayat (1) berbunyi: Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Lalu, dalam ayat (2) dijelaskan, penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi orang yang tak terikat perkawinan.

Pasal 412 ayat (1) berbunyi: Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Dalam ayat (2) dijelaskan, penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan dan orangtua atau anak bagi orang yang tak terikat perkawinan. Kedua pasal ini menjadi perdebatan, dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pariwisata, pelancong atau turis dan investor asing.

(* Penulis Akademisi / Praktisi Hukum : Dr Agus Surachman, SH SP1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *