Bogor – Tagihannya tak digubris pihak PT. Indonesia Realestate Commercial (PT. IRC), sebagai pengelola gedung Pasar Bersih Cilendek, Kartiko, sub kontraktor proyek pembangunan gedung Pasar Bersih Cilendek terpaksa pulang jalan kaki dari Bogor ker rumahnya di kawasan Pasar Minggu Jakarta.
Sub kontraktor pekerjaan pemasangan penangkal petir ini kepada awak media menceritakan, dirinya terpaksa berjalan kaki karena tak punya uang lagi untuk ongkos kendaraan. Padahal, dirinya menagih untuk keperluan istrinya melahirkan.
“Saya nagih buat lahiran istri namun tidak dikasih, karna gak punya uang untuk pulang saya sampai jalan kaki pulang ke pasar minggu jakarta, waktu itu saya menghadap ke pak Dian namun tidak digubris,” ungkap Kartiko di Pasar Bersih Cilendek, Senin (27/03/2023).
Saking emosi, dirinya sempat membakar kursi di gedung Pasar Bersih Cilendek karna tagihannya tidak digubris. “Susah, cukup lama pihak manajemen tidak membayar. Total tagihan saya Rp. 80 juta, terpaksa untuk menutupi pembayaran upah kerja ke anak buah saya cari dana talangan dulu,” ucapnya.
Proyek Pasar Bersih Cilendek yang tepat seberang jalan depan Kelurahan Cilendek Barat Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor ini terjadi sebuah polemik. PT. IRC Pengelola Pasar Bersih Cilendek nunggak pembayaran pekerjaan kepada kontraktor dan sub kontraktor.
Supriyanto, sub-kontraktor pekerjaan pengecatan sambil memperlihatkan SPK dirinya merasa dipimpong oleh pihak manajemen PT. IRC ketika menagih pembayaran.
“Pekerjaan sudah beres 100%,, waktu itu kita pengajuan progres 30% tidak digubris, malah dipimpong dari pak hardi bilangnya ke pak dian dari pak dian terus dibolak-balik hampir 6 bulan belum dibayar total tagihan itu Rp. 60 juta,” kata Supriyanto kepada awak media.
Dirinya mengatakan, tidak tahu apakah pembangunan gedung tersebut proyek milik pemerintah atau swasta. Ia, hanya mendapatkan SPK dari PT. IRC sebagai kontraktor.
Dengan kondisi seperti ini, dirinya harus menanggung beban dimana para pekerja yang dia bawa merupakan tetannga rumahnya sendiri di kawasan sentul belum dibayarkan upah kerjanya.
“Saya dapat SPK dari PT IRC sebagai Kontraktor, saya nagih sesuai SPK aja saya nagih ke pak Hardi dan pak Dian Dirut,” tegasnya.
Sebelumnya, para sub-kontraktor sudah berupaya nagih namun hanya janji dan janji yang mereka dapat. Seperti yang diungkapkan Pelaksana Robin Jovandi, dirinya dijanjikan, akan dibayarkan apabila ada kios atau lapak yang laku.
“Saya dijanjikan, mau dibayarkan kalo ada unit yang laku atau lapak laku. Ini sudah ada yang boking fee (tanda jadi) namun tak kunjung dibayarkan dari jumlah tagihan kurang lebih bertiga itu Rp. 467 juta. Kita sudah berupaya nagih, namun dijanji-janjiin terus sampai sekarang,” ungkap Robin.
Senada, Supri Gozali harus menelan ludah sendiri dari total invoice nilai kontrak kerjaan tak kunjung dibayarkan.
“Diperjanjiannya kan ada, keterlambatan kan 0,1 dari invoice terus kita juga mengajukan addendum ditotal-total antara invoice dengan addendum dan denda mereka itu diangka 1 M tagihan kita,” ucap Supri.
Pantauan awak media dilapangan, beberapa kios dan lapak sudah terjual. Terlihat pula, masih ada pekerjaan yang kerjakan.
Sampai berita ini diturunkanl, pihak Manajemen PT. iRC belum dapat dikonfirmasi.
Laporan : Dipidi
Kasihan liat pak kartiko tiap hari pulang pergi dri jakarta ke bogor.
Untuk nagih hak dia.
Dan stelah sesampai nya d bogor.
Tidak dapat apa².