INTELMEDIA – Guru yang juga penggiat usaha kecil, Rita Wiluyanti mengkritisi keberadaan Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian (Dinkukmdagin) Kota Bogor yang programnya tak dirasakan masyarakat Kota Bogor. Sosok pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini menyentil peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) anak buah Bima Arya seperti pesan pariwara produk otomotif yang pernah popular di era 90-an dulu berslogan, “ wus..wus..nyaris tak terdengar”.
“Pemberdayaan usaha kecil atau UMKM, belum terlihat dan nyaris tak dirasakan kebanyakan penggiat usaha mikro di Kota Bogor,” kata Rita di kediamannya Jalan R.E. Sumantadiredja, Komplek Pamoyanan Hijau, baru-baru ini.
Semestinya, Dinkukmdagin Kota Bogor mencontoh Jepang atau China dalam peberdayaan UMKM.
“Jepang mempunyai perhatian besar terhadap UMKM. Data pada tahun 2009, Jepang mempunyai 4,2 juta bisnis kelas kecil. Lalu, 99,7 persen dari seluruh usaha di Jepang adalah usaha mikro kecil juga menengah. UMKM di Jepang pada tahun tersebut dapat menyerap sejumlah 66% dari jumlah keseluruhan tenaga kerja di Jepang,” tuturnya.
Pemerintah daerah Jepang, mempunyai kebijakan mendukung serta memajukan sector UMKKM. Kebijakannya, menggabungkan program-program lain yang berhubungan dengan pengembangan UMKM.
“Strategi yang ditempuh diantaranya, pengembangan sumber daya manusia juga informmasi yang dilaksanakan oleh lembaga bisnis UMKM Jepang. Juga, pembiayaan yang dilaksanakan oleh Japan finance of small business, peoples finance corporation and the soko chukin bank. Serta, subkontrak dilaksanakan oleh national associations or promoting subcontracting enterprising (NAPSE) hingga penataan organisasi dilaksanakan oleh federasi nasional untuk organisasi UMKM serta federas nasional untuk promosi pembelian.,” tuturnya.
“Setahu saya, Walikota Bogor Bima Arya sebagai Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) pada 3 Maret 2023 lalu ke Jepang terkait SDM, bahkan sebelumnya juga terkait program pembangunan sentra pangan halal atau Halal Food Center. Nah, hasilnya apa? Kalau enggak ada hasilnya, ngapain aja ke Jepang?,” sentilnya.
Tak hanya perlu mengadopsi pemberdayaan UMKM dari Jepang, sambung Rita, China patut jadi contoh.
“Di China UMKM dan industri besar membuat networking baik sisi permodalan, teknologi, usaha termasuk pemasaran. Industri besar dan UMKM-UMKM di China bisa berada dalam satu kluster, misalnya kluster otomotif, untuk bersama-sama memproduksi produk mobil atau motor. Jika itu bermanfaat untuk pemberdayaan UMKM, taka da salahnya kita adopsi seperti di Jepang atau China,” tuntasnya.
(Nesto)