INTELMEDIA – Blusukan melakukan sosialisasi dan edukasi politik menjadi rutinitas harian yang dilakukan Oky Ariana. Politisi Partai Ummat yang tahun ini berencana mengadu peruntungan maju sebagai bakal calon wakil rakyat DPRD Kota Bogor dari Daerah Pemilihan (Dapil) Bogor Timur-Tengah usai pulang kantor hingga petang tak pernah absen keluar masuk kampung.
Tak sekedar menyapa warga, atau mengenalkan diri, pria yang kini tengah menyelesaikan kuliah pasca sarjana ilmu politik di salah satu PTS Jakarta ini, juga mengemban misi politik sampaikan ajakan pemilu damai dan seruan menolak politik uang.
“Tahun politik tentunya berbeda dengan tahun sebelumnya. Suhu umumnya terasa makin menghangat. Saat berkunjung temu warga, saya selalu sampaikan seruan bangun politik damai. Karena, tahun politik jelang pemilu ini bukan panggung perseteruan. Tapi, tetap mengedepankan persatuan,” kata Oky, Kamis (6/7/2023).
Uniknya, saat bertemu warga, Oky tak pernah mempromosikan dirinya. Kunjungan yang disebutnya bertema ‘Ngopi Bareng Keliling’ bersama warga ini hanya untuk menyampaikan ajakan menolak politik uang.
“Pertemuan demi pertemuan dengan warga, saya selalu menyiapkan kopi kemasan dan cemilan di tas untuk ngopi bareng. Terkadang, juga saya mengajak ngopi di warung terdekat. Setelah mengenalkan diri, saya memposisikan sebagai pendengar yang baik mendengar keluhan warga soal ragam problem sosial. Dan, pada setiap kesempatan saya selalu sampaikan ajakan menolak politik uang,” tuturnya.
Masih menurutnya, saat ini di era reformasi, publik sebagai pemilih juga harus mereformasi pola pikir.
“Cerita politik uang, konon sejarahnya sudah terjadi di era Orde Baru lalu. Nah, saat ini merupakan era reformasi. Adalah penting masyarakat juga harus diajak mereformasi cara memilih calon wakilnya dengan menolak politik uang. Sebab, politik uang hanya digunakan politisi yang menganggap pemilu sebagai panjat pinang. Memanfaatkan orang untuk naik ke atas, setelah itu melupakan dan memperkaya diri karena merasa sudah membayar,” ucap Oky.
Politik uang, sebutnya, juga merupakan cikal bakal bibit perilaku korupsi. Sebab, siapapun yang sudah mengeluarkan uang pasti berpikir harus kembali modalnya.
“Jalan pintasnya, berpotensi korupsi atau jadi broker proyek untuk cari fee agar modalnya kembali jika terpilih jadi wakil rakyat. Tak hanya itu, politisi yang menggunakan politik uang hampir bisa dipastikan dia tak memiliki isi di kepalanya dan hatinya. Jadi, tebar uang cari simpati jadi cara menutupi kekurangannya. Akan lebih baik memilih wakil rakyat yang memiliki isi kepala dan isi hati tapi minim isi kantongnya. Karena, hanya mereka lah yang punya kepedulian lebih kepada masyarakat,” tuntasnya. (Rike)