BARU-BARU INI, Jumat, (7/7/2023), sebagaimana diwartakan sejumlah media, Walikota Bogor melakukan inspeksi mendadak ke SMPN 1 Kota Bogor dan SMAN 1 Kota Bogor. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa ditemukan banyak pelanggaran. Dalih Walikota Bogor Bima Arya melakukan sidak, bermula dari sejumlah laporan dan pengaduan terkait hal ini.
Dampak dari sidak yang dilakukan Bima Arya, selanjutnya – mengutip Detik.com-, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor memutuskan mendiskualifikasi sebanyak 208 orang karena masalah data kependudukan, dari total siswa yang diterima masuk SMP Negeri melalui jalur zonasi sebanyak 3.251 orang.
Menurut Dinas Pendidikan Kota Bogor mendiskualifikasi 208 pendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi tingkat SMPN karena diduga memalsukan data kependudukan serta mengubah alamat dalam Kartu Keluarga (KK).
Dugaan manipulasi KK pada PPDB sistem zonasi juga terjadi di tingkat SMA Negeri, Kota Bogor. Melansir yang diwartakan Kompas.com, Jumat (7/7/2023), Walikota Bogor Bima Arya mengklaim mengakui mendapatkan sejumlah laporan dan pengaduan terkait hal ini, jumlahnya 300 aduan mengenai indikasi kecurangan. Walikota Bogor pun melakukan pengecekan hanya ke Gang Selot yang lokasinya bersebelahan dengan SMPN 1 dan SMAN 1, tempat dulu Bima Arya bersekolah.
Ia mendapatkan sejumlah temuan dugaan pemalsuan adminduk. Namun, terkait dugaan pemalsuan KK sebagai salah satu syarat pendaftaran melalui jalur zonasi, hingga hari ini saat artikel ini ditulis, pada Minggu (16/7/2023), tak diketahui kabar tindaklanjutnya terkait sanksi yang diberikan.
Lalu, siapa yang salah terkait kisruh PPDB SMPN dan SMAN jalur zonasi di Kota Bogor? Apakah orangtua siswa yang terduga melakukan pemalsuan adminduk? Ataukah peran struktural Pemkot yang harus lebih diperhatikan? Kenapa baru tahun ini, yang kerap disebut tahun politik, diungkap Bima Arya adanya dugaan adminduk KK ganda untuk mendaftar sekolah negeri?
Jika ini benar, artinya, permainan penyalahgunaan adminduk juga terjadi pada tahun sebelumnya melaluijalur zonasi? Tidak menutup kemungkinan juga terjadi dugaan jual beli kursi di tingkat SMPN oleh pihak yang berkepentingan. Dan, yang paling penting, peran Pemkot dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Bogor yang dinahkodai Bima Arya apa?
Apakah seorang Bima Arya bertugas mengemban peran mengungkap pelaku penyalahgunaan adminduk ganda? Atau, apakah idealnya sebagai Walikota Bogor, ia lebih baik membangun sekolah negeri di tiap kelurahan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terkait pendidikan, mengingat saat ini sekolah swasta terbilang mahal?
Beragam pertanyaan ini belum terjawab. Terpenting, membangun pendidikan di Kota Bogor tidak perlu dengan urusan sidak dan mencari terduga penyalahgunaan adminduk. Sebagai solusinya Pemkot perlu menambah sekolah negeri agar kisruh sistem zonasi tersebut tidak terulang kembali di tahun mendatang. Sejatinya, sebagai kepala daerah, Bima Arya memiliki kewenangan penuh membangun sekolah negeri tambahan ataupun dapat memperluas jarak jalur zonasi, menambah kualifikasi penerimaan siswa baru, bisa juga menambah jumlah penerimaan di setiap sekolah sebagai salah satu pertimbangan dalam menanggulangi dampak yang akan terjadi dengan diberlakukannya zonasi.
Walikota Bogor seolah lupa, padahal pemkot pun terkesan salah urus dunia pendidikan. Kenapa? Karena, sejak beberapa tahun lalu hingga kini di tahun 2023, tak juga kunjung membangun sekolah negeri, SMP atau SMA, yang berakibat rasio sekolah negeri dan siswa yang ingin bersekolah makin sangat berjarak.
Apa solusinya agar tahun mendatang kisruh PPDB tak lagi berulang? Dan, tentunya, agar tahun mendatang tak lagi ada kepala daerah yang lakukan sidak hanya di Gang Selot, yang lokasinya bersebelahan dengan SMP1 atau SMAN1. Solusi hanya satu, tambah sekolah dan upayakan sekolah negeri hadir di setiap kelurahan. Ini untuk menjawab kebutuhan jalur zonasi.
Mengingat akses ke sekolah negeri -melalui system jalur zonasi- dan mutu pendidikan ibarat sekeping mata uang yang keduanya tidak bisa dipisahkan. Ketika bicara akses, bicara kuantitas. Dan, ketika bicara mutu, bicara kualitas. Baik akses maupun mutu pendidikan keduanya menjadi faktor penting dalam mencapai keberhasilan dalam pendidikan.
Hal lain, sistem zonasi yang menjadi salah satu jalur PPDB yang mendapatkan jatah prosentase paling besar dibandingkan dengan ketiga jalur lainnya yakni afirmasi paling sedikit 15%, perpindahan orangtua/wali 5% dan prestasi nilai rapor, jika persentase kuota masih tersisa.
(* Penulis Pemerhati Sosial: Merdesa Ethnosia, S.Pd)