INTELMEDIA – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Perlindungan Masyarakat dari Dampak Pinjaman Ilegal atau yang sering disebut oleh masyarakat sebagai Raperda Pinjol gagal disahkan. Hal ini dikemukakan oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) Sendhy Pratama dalam rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Bogor, Senin (24/7).
Sendhy mengungkapkan bahwa Raperda inisiatif DPRD Kota Bogor ini gagal disahkan setelah mendapatkan hasil evaluasi dari Bagian Hukum Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Sejatinya Raperda ini akan disahkan pada paripurna DPRD yang dilaksanakan hari Selasa (25/7) kemarin. Ada dua poin utama dalam surat fasilitasi Gubernur Jawa Barat yang mendasari ditolaknya usulan Raperda ini. Poin pertama adalah pinjam-meminjam merupakan ranah privat dalam kaca mata sistem hukum positif di Indonesia.
“Poin kedua, peraturan pinjaman ilegal termasuk pinjaman online ilegal, bank keliling, koperasi liar, rentenir atau sebutan lainnya secara spesifik tidak ada dalam peraturan perundang-undangan. Namun, kegiatan pinjam-meminjam merupakan jenis kegiatan yang lahir dari sebuah perikatan yang diatur dalam KUH Perdata sebagai ranah hukum privat. Dengan demikian, tidak bisa diatur melalui sebuah peraturan daerah. Ini dua poin yang disampaikan oleh Pemprov Jawa Barat”, jelas Sendhy.
Pemprov Jawa Barat selanjutnya memberikan opsi terkait langkah yang dapat diambil oleh Pemerintah Kota Bogor dalam mengambil peran guna mencegah dan melindungi masyarakat dari dampak pinjaman ilegal yang diantaranya dapat dilakukan melalui penguatan lembaga mikro keuangan daerah, penguatan koperasi simpan pinjam, penguatan BUMD yang berbentuk Bank Perkreditan Rakyat, melakukan sosialisasi dan memasukkan norma yang dituangkan didalam usulan Raperda kedalam Perda yang sudah ada.
“Pansus sudah berjuang maksimal. Banyak isi-isi pasal yang kita sesuaikan terkait urusan privat agar perda ini dapat disahkan tanpa menghilangkan substansi perlindungan dan pencegahannya. Rekomendasi Pemprov terkait penguatan lembaga mikro keuangan daerah, BUMD, dan langkah-langkah lainnya sebenarnya juga sudah kita masukkan dalam pasal-pasal raperda yang diajukan”, imbuh Sendhy.
Dirinya menambahkan bahwa Pansus tetap memberikan rekomendasi untuk melindungi masyarakat dan mencegah dampak negatif dari pinjaman ilegal ini. Mulai dari yang sifatnya pencegahan, penanganan pengaduan dan perlindungan masyarakat, hingga peningkatan perekonomian.
“Kami tetap merekomendasikan beberapa langkah yang bisa diambil. Baik berupa kebijakan daerah yang mengatur peran lembaga keuangan mikro, penanganan pengaduan dan perlindungan masyarakat, penguatan bantuan hukum, hingga upaya peningkatan perekonomian, tutup Sendhy.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Tercatat, dua Raperda inisiatif DPRD Kota Bogor yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan layanan terhadap masyarakat gagal disahkan akibat tidak disetujui oleh Pemprov Jawa Barat, yaitu Raperda Santunan Kematian dan Raperda Pinjol.
“Semangat disusunnya Raperda Pinjol ini dikarenakan banyaknya kasus yang menimpa masyarakat di Kota Bogor. Banyak warga yang mengeluhkan fenomena korban bank keliling, rentenir, dan pinjol. Dengan bunga yang tinggi telah menjerat warga dan menimbulkan masalah sosial, ekonomi, hingga rumah tangga. Seharusnya Pemprov melihat hal ini”, ungkap Atang.
Pertimbangan karena belum diatur dalam peraturan perundang-undangan dinilai juga tidak bisa dijadikan alasan penolakan selama tidak ada aturan pasal yang melanggar peraturan yang ada diatasnya.
“Seharusnya bisa diijinkan untuk disahkan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ini mengisi ruang kosong yang sifatnya lokal dengan tujuan untuk mencegah dampak negatif kepada masyarakat”, imbuh Atang.
Atas kegagalan disahkannya Raperda Pinjol ini, DPRD melalui Badan Musyawarah menyepakati untuk meneruskan beberapa rekomendasi Pansus dan rekomendasi Banmus kepada pihak-pihak terkait. Salah satunya dengan bersurat kepada DPR RI agar ada aturan UU terkait masalah ini.
“Ikhtiar insya Allah tetap akan dilanjutkan oleh DPRD dengan berkirim surat kepada DPR RI tentang betapa pentingnya keberadaan UU yang dapat mengatur masalah ini. Dampak pinjaman ilegal ini sudah bersifat nasional. Kami akan sampaikan konsideran berikut lampiran naskah akademik serta dinamika persoalan di lapangan”, jelas Atang.
Selain itu, DPRD Kota Bogor juga memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan penguatan lembaga keuangan daerah, penanganan pengaduan, perlindungan, dan pendampingan hukum, serta penguatan peran lembaga keuangan daerah.
“Secepatnya kita akan duduk bersama Pemkot untuk merumuskan 3 langkah. Pencegahan berupa sosialisasi dan edukasi. Pendampingan hukum terhadap pengaduan masyarakat. Serta menguatkan peran BPR Bank Kota Bogor sebagai lembaga keuangan daerah yang menyediakan skema pinjaman terjangkau kepada masyarakat”, pungkas Atang. (*Humpropub)