Dukung Hak Angket DPR, Agus Surachman Sangsikan Ketua MKMK karena Pernah Dukung Capres

INTELMEDIA – Akademisi Agus Surachman meminta MKMK membatalkan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 16 Oktober 2023 apabila terbukti adanya Konflik Kepentingan (Conflict of Interest) dalam Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 16 Oktober 2023, sebagaimana amanat Pasal 17 ayat (6) UU No 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Scara gambling ia menduga putusan yang melenggangkan Gibran maju sebagai capres tersebut diduga bermuatan politis dan saraat nepotisme.

“MKMK harus pastikan tidak ada muatan skandal Mahkamah Keluarga dan putusan MK yang lalu terkait diberi keistimewaan Gibran, putra Presiden RI Jokowi. Dan, kami meminta MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat apabila terbukti adanya konflik kepentingan (conflict of interest) yang dilakukan oleh Anwar Usman dan/atau hakim konstitusi lainnya,” kata Agus Surachman saat diwwanarai pewarta Selasa (31/10/2023).

Ia juga menyampaikan, agak ragu dengan profesionalitas MKMK yang telah menunjuk tiga hakim yang memimpin sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, diantaranya Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Sebab, sebagai Ketua MKMK Jimly disebutnya memiliki konflik kepentingan dalam menangani dugaan etik hakim MK.

Karena, Jimly diketahui pernah menyatakan diri mendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Capres sebagaimana dikutip dikutip dari Kompas.com, Selasa(23/10/2023).

Lebih dari itu, putra Jimly, Robby Ashiddiqie diketahui menjadi calon legislator DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra dan juga sebagai pengurus.

“Andai MKMK yak lagi bisa dipercaya, sebutlah ini merupakan plan S, maka plan B nya adalah DPR lakukan hak angket yang nantinya dilakukan impeachment,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, keberadaan hak angket bermula dari hak untuk menginvestigasi (right to investigate) dan memeriksa penyalahgunaan kewenangan, yang kemudian disebut right to impeachment. Berdasarkan aspek sejarahnya tersebut, lanjutnya, dapat disimpulkan keberadaan hak angket dalam sistem parlementer dipergunakan untuk memakzulkan pejabat negara karena melakukan pelanggaran jabatan. (Nesto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *