PENELITI UTAMA Indikator Politik Indonesia Burhannudin Muhtadi belum lama ini menyampaikan, hasil survei yang baru saja dirilis menunjukkan bahwa 82,1 persen responden menyatakan puas dengan kinerja Bima Arya sebagai Wali Kota Bogor periode 2014-2024, pada Rabu (12/6/2024).
Menurut Burhanuddin, tingkat kepuasan masyarakat atau approval rating 82,1 persen terdiri dari 73,3 persen menyatakan cukup puas dan 8,8 persen sangat puas terhadap kinerja Bima Arya. Benarkah? Ah masak iya?
Padahal bila dibandingkan dengan Pilkada Kota Bogor 2018 lalu, dari hasil penetapan dilakukan dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil perhitungan suara oleh KPU Kota Bogor pasangan Bima Arya dan Dedie menang dengan 43,64 persen dari tiga pasangan calon (paslon) lainnya. Paslon meraup suara terbanyak dengan jumlah 215.708 dari total 521.765 pengguna hak pilih.
Sementara, pada pemilu 2024, menurut data KPU, dari total 636.703 suara pemilih legislatif PKS Kota Bogor meraih 20,83 persen atau 132.661 suara. Sedangkan, PDI Perjuangan sebanyak 10,91 persen atau 69.489 suara. Total dalam prosentase, 30 persen lebih.
Jika dianalisa, suara Bima Arya versi hasil survei Indikator, kenaikannya, dua kali lipat dari suara saat Pilkada Kota Bogor 2018 lalu. Tak hanya itu, jika dikomperasikan dari hasil Pileg 2024 Kota Bogor, dua partai yakni PKS dan PDI Perjuangan, -sebanyak 30 persen lebih dari gabungan kedua parpol tersebut – yang dikenali sebagai partai ideologis dan kerap bersebrangan dengan Bima Arya sangat mustahil menyampaikan rasa puas kinerja Bima Arya. Belum lagi jika digunakan parameter partai lainnya yang kerap bersebrangan.
Mantan Walikota Bogor Bima Arya yang kini berencana maju sebagai Bacalon Gubernur Jabar, memiliki kinerja yang tak begitu memuaskan dari kacamata penulis. Kenapa? Sebagai salah satu warga Kota Bogor menyaksikan, jika dulu Kota Bogor tak sulit ditemui lapangan sepak bola. Semasa era kepemimpinan Bima Arya, lapangan tersebut mendadak lenyap berganti taman.
Dampaknya, bibit muda atlet sepakbola tak begitu cemerlang di Kota Bogor, karena jarang digelar pertandingan mencari bibit unggul antar kelurahan atau kecamatan. Hal lain, menyoal Museum Perjuangan di Jalan Merdeka, Kota Bogor yang menjadi rumah penyimpanan benda bersejarah. Museum yang menjadi saksi perjalanan sejarah saat ini terbengkalai, bahkan terkesan cenderung diabaikan.
Selain itu, sepanjang Bima Arya menjabat selama dua periode, SMP dan SMA negeri tak pernah bertambah. Jumlah SMP Negeri di Kota Bogor selama 10 tahun hanya 20 sekolah, rinciannya di Kecamatan Bogor Tengah 7 sekolah, Tanah Sareal 4, Bogor Selatan 4, Bogor Barat 2, Bogor Utara 2, dan Bogor Timur 1. Sementara, jumlah SMA Negeri di Kota Bogor sebanyak 10 sekolah.
Tapi, tahun lalu saat PPDB, Bima bikin heboh mempersoalkan zonasi saat sidak ke SMPN 1 dan SMAN 1. Semestinya yang harus disoal, zonasi, dan yang jadi masalah kenapa tak dibangun sekolah negeri semasa Bima Arya menjabat.
Saat Komisi IV DPRD Kota Bogor, menggelar rapat dengar pendapat tersebut melibatkan 208 Komite Sekolah untuk membahas sejauh mana sosialisasi PPDB 2023/2024 yang diterima wali murid, pada Senin (27/5/2024), diketahui rata-rata daya tampung masing-masing SMP Negeri adalah 288 siswa. Sedangkan, Disdik mencatat jumlah lulusan SD sebanyak 17.000 siswa. Artinya, sebanyak 11.240 siswa lulusan SD yang tak lolos ke SMP Negeri akan menyasar ke sekolah swasta.
Ini jelas kinerja Bima Arya semasa menjabat walikota Bogor tidak memuaskan. Kenapa? Semestinya, dalam kurun waktu 10 tahun ia menjabat, setidaknya setiap tahun bisa memberadakan 2 atau 3 SMP Negeri, untuk memenuhi kebutuhan zonasi masyarakat. Andai setiap tahun dari awal dia menjabat membangun dua SMP Negeri, setidaknya pada akhir ia menjabat, Bima Arya sudah meninggalkan tambahan 20 sekolah SMP negeri.
Setiap tahunnya, cerita siswa gakin Kota Bogor di sekolah swasta yang tak mampu menebus ijazah yang ditahan kerap kali berulang. Ironisnya, Bima Arya semasa menjabat hanya memberikan bantuan dengan ketentuan harus melalui anggota DPRD Kota Bogor.
Semestinya, selaras dengan UU Ketebukaan Informasi Publik No 14 tahun 2008, bantuan itu diberikan secara terbuka kepada public tak mampu langsung melalui pengaduan ke dinas pendidikan. Tak harus melalui anggota dewan.
Mengutip yang diwartkan KompasTV pada Kamis (27/7/2023), Bima Arya semasa menjabat Walikota Bogor menyampaikan akan mengurangi jumlah angkot di wilayahnya secara bertahap. Sehingga pada Desember 2023, Bogor yang dijuluki sebagai “Kota 1.000 Angkot” akan bebas sepenuhnya dari angkutan umum itu.
Tapi, faktanya terbalik. Pada akhir jabatannya, Bima Arya malah menerapkan pengadaan angkot listrik yang harganya lebih mahal daripada angkot konvensional. Ini kan jelas kebijakan mencla-mencle. Lalu, apakah Anda yang merasa tinggal di Kota Bogor merasa puas dengan kebijakan Bima Arya?
(Penulis : Aktivis 98, Eko Okta)