Soal Permohonan Maaf Jokowi, Dr Agus Surachman Prihatin Politik Dinasti Koyak Reformasi

INTELMEDIA – Pengamat politik, Dr Agus Surachman kembali kritisi permohonan maaf Presiden RI Joko Widodo atas segala kesalahannya selama menjabat sebagai pemimpin Republik Indonesia. Sebagaimana diketahui, belum lama ini Jokowi mengaku tak mampu menyenangkan semua pihak, seraya sampaikan permohonan maafnya dengan pengakuan akan kelemahan dan ketidaksempurnaan manusia.

Meski tak jelas kepada siapa Jokowi melayangkan permohonan maafnya. Dan, tak disebut juga kesalahan atau dosa yang mana dalam permohonan maaf sang presiden.

“Ya wajar, kesalahannya tak disebutkan. Dan, harusnya jika salah, dipertanggungjawabkan. Bukan hanya sekedar minta maaf secara lisan,” kata Agus Surachman saat diwawancara media online ini di salah satu café, Tajur, Kota Bogor, pada Rabu (7/8/2024).

Jokowi, sebut Agus, merupakan presiden pertama yang perlu dicatat di sejarah bangsa Indonesia dengan mendudukan keluarganya di posisi strategis mulai dari BUMN, MK, wakil presiden hingga mencalonkan anggota keluarganya sebagai kepala daerah.

“Misalnya, Gibran Rakabumi Raka putra sulung Presiden Jokowi yang melenggang jadi wapres berkat putusan kontroversial MK, semasa ketuanya pamannya, Anwar Usman. Saat ini, Bobby Nasution sang menantu dimajukan jadi Cagub Sumut. Selanjutnya, Kaesang kini digadang-gadang juga untuk cagub, DKI Jakarta atau Jateng,” tukasnya mengaku prihatin.

Menurutnya, politk dinasti menodai fairness dalam sistem pemilihan.

“Menjabat sebagai kepala negara, jadi hal yang mudah bagi Jokowi cawe-cawe melakukan dukungan demi anaknya menang melalui sumber dana negara bagi-bagi bansos hingga mobilisasi alat negara, seperti kepala desa di sejumlah daerah pada era pilpres lalu,” imbuh Agus Surachman.

“Tanpa disadari Jokowi telah menodai reformasi dan itu akibat banyak parpol memberikan dukungan karena dislaukan bagi-bagi kue kekuasaan. Banyak parpol di DPR pun diam saat MK dan KPK dikuasai. Dampaknya, saat kekuasaan melemahkan kontrol, penguasa pun jadi suka-suka. Dan, ini adalah kesalahan!,” tandasnya.

Ia melanjutkan, kesalahan Jokowi juga pernah diungkap Mahkamah Rakyat Luar Biasa yang mengadili pemerintahan Jokowi di Wisma Makara Universitas Indonesia atau UI, Depok, pada Selasa, (25/6/2024) lalu. Kata Agus, gugatan yang mereka adili disebut sebagai sembilan dosa atau ‘Nawadosa’ rezim Jokowi.

Saat itu, ada sembilan hakim dari berbagai latar belakang bertugas mengadili gugatan terhadap Jokowi dalam sidang tersebut, seperti aktivis HAM Asfinawati, Anita Wahid – putri Presiden Abdurrahman Wahid.

“Delapan penggugat, akademisi hukum Bivitri Susanti, mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Benydictus Siumlala, hingga anak korban Tragedi Tanjung Priok 1984 Muhammad Ruhullah Thohiro. ‘Dosa’ Jokowi contohnya sejumlah kebijakan pemerintah, seperti proyek strategis nasional, Undang-undang Cipta Kerja, hilirisasi nikel, food estate sebagai kebijakan yang merugikan,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, selama periode pemerintahan Jokowi, pemerintah diduga tidak serius menuntaskan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

“Jokowi juga diduga melakukan komersialisasi, penyeragaman, dan penundukkan dalam sistem pendidikan nasional. Demikian juga soal, KKN, politik perburuhan yang menindas melalui pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terjadi dalam periode Jokowi. Dan, terbaru, rezim Jokowi telah berupaya mengembalikan militer ke ruang-ruang sipil melalui revisi UU Aparatur Sipil Negara yang menyatakan jabatan ASN tertentu dapat diisi prajurit TNI dan anggota Polri,” ujarnya.

Menutup wawancara, akademisi ini menyampaikan, saling memaafkan itu baik.

“Sebagai manusia kita memaafkan. Tapi, dosa merusak hukum, dugaan kecurangan pemilu presiden, nepotisme dan lainnya harus dipertanggungjawabkan,” tuntasnya.

(Eko Okta)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *