Perlu Revolusi Pendidikan, Cegah Siswa Tawuran dan Emban Sopan Santun

Revolusi pendidikan, menjadi kebutuhan mendesak bagi Indonesia saat ini. Sistem sekolah yang terkesan berantakan dipadu dengan tidak adanya filsafat pendidikan yang kokoh, membuat tawuran menjadi budaya yang terus berulang. Dan, siswa didik minim sopan santun.

Pendidikan Indonesia belakangan terkesan menguat merosot mutunya. Hal itu ditandai dengan masih sulitnya menghapuskan budaya tawuran dari tahun ke tahun. Tak hanya itu, nilai-nilai etika moral sangat terkesampingan sehingga membentuk karakter yang tak mengemban sopan santun.

Pendidikan kekinian terkesan berisi hafalan dan kepatuhan buta. Guru terkesan sibuk urusan administratif. Dampaknya, proses pendidikan pun terkesan jadi tak berlangsung.

Akibatnya, siswa didik untuk meminati membaca buku bermutu melemah, nyaris tak disampaikan seruan. Buku bermutu adalah buku yang menyediakan informasi yang akurat, mudah dimengerti, merangsang pemikiran kritis, pertanyaan dan dorongan untuk belajar lebih jauh. Buku-buku semacam itu pun semakin sedikit di Indonesia.

Sehingga, yang tersisa adalah ketergantungan pada internet. Dan, menumpulkan akal sehat. Karena merosotnya kualitas pendidikan, siswa didik gampang diperdaya oleh bangsa lain.

Revolusi Pendidikan

Kita sangat membutuhkan revolusi pendidikan sekarang ini. Ada tujuh hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kita perlu membangun pendidikan organik. Ini adalah pendidikan yang berakar pada budaya, etika sopan santun, semangat bersaudara juga bekrebangsaan dan kehidupan secara keseluruhan. Pendidikan organik tidak hanya akan menghasilkan manusia yang kritis dan cerdas, tetapi juga terampil.

Pendidikan harus mengembangkan kemandirian para peserta didik. Kemandirian ini berarti dua, yakni kemandirian berpikir dan terampil memperoleh penghasilan. Karena, manusia-manusia mandiri akan mampu menghasilkan hal-hal baru yang berguna untuk kemajuan bangsa.

Pendidikan juga harus mengembangkan keterampilan mencari memperoleh penghasilan dan bertahan hidup. Peserta didik perlu dibangun karakternya harus terbiasa bekerja dengan teknologi yang ada, serta mampu mengikuti perkembangan teknologi yang begitu cepat.

Revolusi Moral

Mengantispasi terjadinya tawuran pelajar, perlu diberlakukan kebijakan mengeluarkan siswa didik dari sekolah. Setiap pelajar siswa siswi harus dibuat takut dengan berbagai hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran. Bagi yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainnya juga harus diberi sanksi.

Tak hanya itu, pelajar penting diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan akar-akan penyebab tawuran dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa kekerasan. Jika terjadi suatu hal, selalu berperilaku sopan dan melaporkan rencana pelajar-pelajar badung yang merencanakan penyerangan terhadap pelajar sekolah lain. Jika diserang diajarkan untuk mengalah dan tidak melakukan serangan balasan.

Menghindari tawuran juga penting dibuat kegiatan belajar gabungan antar sekolah yang berdekatan secara lokasi dan memiliki kecenderungan untuk terjadi tawuran pelajar. Dengan saling kenal mengenal karena sering bertemu dan berinteraksi maka jika terjadi masalah tidak akan lari ke tawuran pelajar, namun diselesaikan dengan cara baik-baik.

Mengadopsi Sistem Pendidikan Jepang

Jepang dikenal sebagai salah satu negara Asia yang maju di bidang ekonomi, pendidikan, dan pariwisata. Kemajuan Jepang didapatkan dari peran generasi muda yang selalu bersinergi untuk membangun negara. Sejak usia sekolah, orang Jepang sudah diajarkan nilai-nilai kebaikan. Hal ini juga tidak luput dari dukungan sistem belajar di Jepang yang berkualitas.

Bukan hanya itu saja, meskipun Jepang menjadi negara maju, Jepang juga selalu menghargai berbagai budaya dan tradisi. Misalnya saja seperti sekolah Jepang yang mengajarkan budaya disiplin, rasa hormat, dan sopan santun. Karena itulah, bisa dikatakan bahwa sekolah di Jepang bisa menjadi jembatan awal untuk menggapai prestasi.

Pendidikan di Jepang menerapkan sistem 6-3-3-4 atau wajib belajar 9 tahun. Maksudnya, ada pendidikan wajib di sekolah dasar selama 6 tahun dan di sekolah menengah pertama selama 3 tahun. Setelah itu, dilanjutkan dengan pendidikan lanjutan 3 tahun di sekolah menengah atas dan 4 tahun di perguruan tinggi.

Di sekolah Jepang, siswa tidak mengikuti ujian sampai mereka mencapai kelas empat SD (sekitar usia 10 tahun). Selain itu, anak-anak diajarkan untuk dapat mengontrol diri dan memiliki sifat keadilan.

Lebih dari itu, dikutip dari berbagai sumber, sebagian sekolah Jepang tak mempekerjakan petugas kebersihan atau penjaga sekolah.  Di sekolah Jepang, siswa harus membersihkan ruang kelas, kantin, dan bahkan toilet sendiri.

Saat membersihkan, siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan tugas yang ditugaskan yang berotasi sepanjang tahun. Sistem pendidikan Jepang percaya bahwa mengharuskan siswa untuk membersihkan sekolah setelah secara mandiri akan mengajarkan mereka untuk bekerja dalam tim dan saling membantu. Selain itu, menghabiskan waktu untuk usaha sederhana seperti menyapu, mengepel, dan hal lain membuat anak-anak menghormati pekerjaan mereka sendiri dan pekerjaan orang lain.

Pendidikan Jepang juga memberlakukan persamaan derajat antara sesame. Jika ada siswa yang nilainya jatuh, dibantu untuk maju bersama karena mereka semua beranggap mereka adalah keluarga dan saudara meskipun tidak satu darah. Nah, mengacu dari contoh pendidikan Jepang, juga pentingnya revolusi moral pendidikan, di luar negeri, termasuk Jepang, jarang terdengar tawuran pelajar. Dan, siswa didiknya mengemban penduh sopan santun.

(Penulis : Komunitas Kritis Indonesia, Gunawan Suryana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *